Titimangsa Foundation semakin mengukuhkan taringnya di kancah seni pertunjukan Tanah Air. Tak ingin berlama-lama terbuai dalam pandemi COVID-19, pentas Sudamala: Dari Epilog Calonarang digelar di tengah keramaian pusat Ibu Kota, yakni di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta pada 10-11 September 2022.
Bagi kamu pencinta seni, yang ingin menonton masih bisa menyaksikan satu kali pertunjukannya lagi nanti malam pukul 20.00 WIB.
Dari Pulau Dewata, produser Sudamala: Dari Epilog Calonarang, Happy Salma dan Nicholas Saputra, memboyong 90 seniman ke Jakarta demi mewujudkan pentas tersebut. Produksi ke-59 itu tak tanggung-tanggung digelar di pertengahan bulan ini, di tengah situasi Indonesia yang morat-marit imbas pandemi, kebijakan pemerintah yang membuat 'harga' serbamahal hingga penghujung akhir tahun.
Sudamala yang berasal dari bahasa Bali, kata 'suddha' artinya bersih, suci, bebas dari sesuatu dan kata 'mala' yang bersinonim dengan cemar. Kata 'Sudamala' pun artinya upaya untuk menghilangkan yang cemar dari subyek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pentas Sudamala digelar malam hari usai hujan mengguyur Jakarta seharian. Selama dua jam, pencinta seni disuguhi sajian tradisi khas Bali yang membuat terbuai dalam suasana syahdu malam itu.
Maestro Calonarang, I Made Mertanadi (Jro Mangku Serongga), yang juga sebagai sutradara sekaligus memerankan Walu Nateng Dirah mengatakan cerita yang ditampilkan di Jakarta sesuai dengan tradisi kuno yang berlangsung ratusan tahun di Bali.
"Kami menampilkannya dengan tampilan dan sentuhan teknologi modern serta tokoh Bondres yang akan menyampaikan kisah dalam bahasa Indonesia. Pementasan ini juga berkolaborasi dengan seniman-seniman seni pertunjukan luar Bali untuk memberikan perspektif dan cara pandang dari kacamata luar Bali," katanya.
Wawan Sofwan dipercaya mengurusi dramaturgi pertunjukan, Iskandar Loedin untuk artistik, dan I Wayan Sudirana bersama Gamelan Yuganada mengomposisi musik. Kostum dirancang oleh A A Ngurah Anom Mayun Konta Tenaya dan Retno Ratih Damayanti.
Sebagai satu kesatuan di dalam pementasan, akan ditampilkan pula barong, rangda, topeng, gamelan, dan wastra yang diproduksi oleh para maestronya.
Nicholas Saputra menuturkan pementasan Sudamala: Dari Epilog Calonarang pas sekali dipentaskan di tengah bangunan tua dan pusat keramaian Jakarta. Pihaknya pun menyulapnya menjadi gedung pertunjukan dengan suasana outdoor.
"Gedung Arsip Republik Nasional Republik Indonesia adalah lokasi yang tepat untuk pementasan Calonarang, lokasi strategis dengan suasana magis, dan pertunjukan yang memang banyak digelar di Bali untuk membersihkan diri atau wilayah saat pandemi mewabah negara kita," kata pria yang akrab disapa Nico tersebut.
Sebelumnya, Sudamala: Dari Epilog Calonarang sukses digelar di Exposition Coloniale Internationale Paris 1931 selama 6 bulan bersama dengan tradisi Legong dan Janger.
"Epilog Calonarang bertajuk Sudamala dipilih karena dirasa relevan dengan konteks masa kini," tutup Happy Salma.
(tia/mau)