Sapardi yang hadir menonton latihan pertunjukan 'Ditunggu Dogot' yang dibawakan Nano Riantiarno dan Slamet Rahardjo sambil berkelakar mengatakan dramanya masih bisa diperbaiki.
"Memang kita mengalami kepusingan, yang nunggu siapa, kenapa ditunggu, kenapa kita pergi menunggui yang ditunggu. Masalah tunggu yang selama ini ada," tutur Sapardi saat berbincang di Sontoloyo Online Festival, seperti ditonton detikcom.
Dialog antar dua orang bernama + (plus) dan - (minus) menjadi permainan dalam 'Ditunggu Dogot'. Karakter tak bernama dan bebas gender itu sengaja disematkan Sapardi.
"Kita ini ada karena ditunggu. Kenapa kita ditunggu ya nggak tahu. Wah ini oposisi biner, bumbu ditunggu jadi naskah," kata Sapardi tertawa.
Dalam naskahnya, ia pun membumbui dengan bahasa Jawa. Tapi dramanya ketika dipentaskan di daerah lainnya di Indonesia bisa diganti dengan bahasa Sunda, Betawi, dan lain-lain.
"Kelemahan drama kita itu kalau ngomong yang saklek. Kadang menggunakan bahasa Indonesia buku, bukan bahasa Indonesia lisan dengan adanya kemungkinan pakai bahasa daerah naskahnya akan lebih enak didengar," tambah Sapardi.
Nano Riantiarno yang menjadi + (plus) mengatakan semakin didalami naskahnya makin sulit.
"Kekacauan itu adalah kekacauan seorang aktor. Giman cara kami masuk menjadi sesuatu naskah ini, karena ketidaktahuan itu kita menjadi tahu atau tidak tahu," pungkasnya.
(tia/doc)