Studio PFN Jadi 'Surga Kelam' di 'the Last IDEAL PARADISE'

Studio PFN Jadi 'Surga Kelam' di 'the Last IDEAL PARADISE'

Tia Agnes - detikHot
Sabtu, 29 Feb 2020 18:44 WIB
the Last IDEAL Paradise
Foto: Goethe-Institut Indonesien
Jakarta -

Studio Perum Produksi Film Negera (PFN) tampak berbeda pekan ini. Ruangan demi ruangan yang ada di dalam studio diisi oleh berbagai karya instalasi.

Ada boneka manekin, rambut perempuan yang menjuntai panjang, potret perempuan telanjang, karung goni sampai sketsa lainnya. Penonton diajak melihat satu per satu karya instalasi lalu masuk ke area studio yang lebih besar.

Lebih dari 50 orang mengisi ruangan, duduk di atas lantai, dan menonton seksama. Dengan sabar, para penonton menunggu aksi site-spesific karya sutradara Jerman yang kini tinggal di Rusia, Claudia Bosse.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia seakan mengajak penonton untuk masuk ke dalam pengalaman personal tentang isu-isu global soal teritori, teror, kekerasan, masa lalu, kelamnya sejarah, hingga trauma pribadi. Clausia Bosse sukses menghadirkan site-spesific perdananya di Jakarta pada 28-29 Februari 2020.

"Saya meriset sendiri lokasi pertunjukan 'the last IDEAL PARADISE' di Perum PFN. Selama melakukan riset untuk pentas di Jakarta, saya mencari tahu lokasi mana saja yang ada di Jakarta, punya nilai sejarah yang kuat, propaganda, dan sudah terabaikan," ungkapnya ketika diwawancarai awak media, belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Alhasil, Studio PFN menjadi lokasi tepat bagi pementasan perdana Claudia Bosse di Jakarta. "Ini lokasi yang luar biasa dan pas sekali untuk pertunjukan saya," katanya semringah.

Studio PFN Jadi 'Surga Kelam' di 'the Last IDEAL PARADISE'Foto: Goethe-Institut Indonesien

'the Last IDEAL PARADISE' merupakan karya seni visual dan performa lintas disiplin. Di dalam pementasan, ada karya instalasi, koreografi, dan performans.

Berdurasi 2,5 jam penonton juga diajak menyelami berbagai permasalahan. Misalnya saja teritori yang selama ini jadi masalah krusial, satu per satu pemain memasang kawasan masing-masing dengan terpal.

Berada di tengah penonton, teritori itu dibuat. Tak lama berselang, pemisah kawasan dibuka. Pemain berganti menceritakan ruang personal tentang kenangan kelam tahun 1965 sampai adanya propaganda yang diteriakkan pemain lewat toa.

"Saya sengaja mengemukakan isu-isu global dalam pementasan ini. Sampai kapan soal teritori ini bahas, atau masa kelam yang terjadi di tahun 1965? Hal itu akan terus dibicarakan menjadi sebuah sejarah bangsa yang kelam," tutur Claudia Bosse.

Studio PFN Jadi 'Surga Kelam' di 'the Last IDEAL PARADISE'Foto: Goethe-Institut Indonesien

Adaptasi yang sebelumnya pernah digelar di Kairo dan Athena diriset kembali oleh Claudia sepanjang dua tahun belakangan. Bekerja sama dengan seniman-seniman lokal dari 5 kota, karyanya didukung oleh Goethe-Institut Indonesien.

(tia/aay)

Hide Ads