'Panembahan Reso': Drama Intrik Perebutan Takhta

Ulasan Panembahan Reso

'Panembahan Reso': Drama Intrik Perebutan Takhta

Tia Agnes - detikHot
Sabtu, 25 Jan 2020 18:00 WIB
Foto: panembahan reso. Tia Agnes/detikHOT
Jakarta -

Terang bulan menyinari malam itu. Seorang pria yang bernama Panji Reso duduk di tangga kerajaan sambil bersenandung. Ia bermimpi buruk tentang kerajaan yang penuh bersimbah darah namun justru tawa yang terdengar dari penggalan kalimat tersebut.

"Rasanya aku seperti mengambang di alam mimpi. Padahal mata melek tak bisa tidur. Tak bisa tidur karena sedang bermimpi. Hahaha... mimpi buruk lagi," gumam Panji Reso.

"Aku bermimpi wajah bulan tertikam pedang tepat di mata kirinya. Darah mengucur membanjiri istana si Raja Tua. Asyik... asyik...," tawa Panji Reso membahana ke seisi ruangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anak-anak Raja Tua muncul dan membicarakan soal kerajaan baru. Mereka sibuk menyoalkan tentang 'kursi' yang belum diraih dan segala macam cara agar menjatuhkan ayahandanya.

ADVERTISEMENT

Ratu Dara yang paling bengis dan penuh ambisi dari Ratu Padmi dan Kenari sibuk memikirkan cara agar Pangeran Rebo bisa naik takhta. "Anakku harus menjadi Raja," gumam Ratu Dara suatu hari.

Ia memikirkan banyak cara, mulai dari menuduh dua pangeran melakukan boikot dan melawan Raja Tua, mencoba meracuni keluarga kerajaan sampai berselingkuh dengan Panji Reso. Hanya satu di pikirannya: takhta bukan kursi biasa.

'Panembahan Reso': Drama Intrik Perebutan TakhtaFoto: panembahan reso. Tia Agnes/detikHOT

Ketika Pangeran Rebo naik takhta, mereka berpesta. "Sebagai Raja namaku bukan lagi Rebo. Itu nama pemberian almarhum ayahku yang sekarang wafat. Waktu aku lahir dalam keadaan mabuk, dia menyangkal hari Rabu padahal Kamis. Sekarang namaku, Mahesa Kapuranta," tutur Pangeran Rebo.

Penggalan intrik kekuasaan dalam cerita drama 'Panembahan Reso' tak berhenti sampai disitu saja. Ratu Dara dan Panji Reso masih melancarkan segala upaya demi takhta yang ingin diraih.

"'Panembahan Reso' merefleksikan bagaimana suatu pemerintahan, perebutan kekuasaan yang diraih dengan cara-cara licik dan penuh darah. Demi kekuasaan, anak-istri, saudara, dan sahabat pun dikorbankan," ujar sutradara Hanindawan.

'Panembahan Reso': Drama Intrik Perebutan TakhtaFoto: panembahan reso. Tia Agnes/detikHOT

Di 'Panembahan Reso' seorang raja tua tidak memiliki permaisuri, tapi punya tiga selir. Perebutan kekuasaan itu melibatkan para pangeran putra raja, selir, dan panji (pejabat kerajaan). Pentas yang digelar perdana pada 1986 selama 7 jam itu kini di pangkas menjadi 3 jam lamanya.

Sang sutradara menuturkan lakon yang ditulis pada 1975 oleh WS Rendra itu ada 44 bagian, tapi dipadatkan 30 bagian.

"Bukan selalu menghilangkan bagian-bagian tertentu, saya tetap mengambil substansinya. Struktur tidak ada yang hilang. Ibarat sungai, yang saya ambil adalah arus sungainya, supaya saya memperhatikan penonton juga," pungkasnya.

Pertunjukan teater 'Panembahan Reso' akan digelar pada 25 Januari 2020 di Ciputra Artpreneur Theatre Jakarta.




(tia/wes)

Hide Ads