Mengenal Fotografi Cetak Tua di APHIC Week

Mengenal Fotografi Cetak Tua di APHIC Week

Vattaya Zahra - detikHot
Sabtu, 28 Des 2019 11:09 WIB
Foto: Pameran fotografi Cetak Tua / Vattaya Z
Yogyakarta - Program Studi Fotografi ISI Yogyakarta mengadakan pameran fotografi APHIC (Alternative Photographic Process) Week di Jogja National Museum (JNM). Acara ini memamerkan karya fotografi dengan teknik cetak tua.

Sebelum menghadirkan pameran ini, para mahasiswa yang mengambil mata kuliah Fotografi Cetak Tua harus mempelajari berbagai teknik cetak tua seperti cyanotypes, vandyke brown print (VDB), gum bichromate, carbon transfer print, dryplate dan gumoil.

Karya yang menjadi highlight di pameran ini adalah Budaya Bali oleh Putu Ary. Karya Ary menggambarkan upacara kemasyarakatan Bali di atas media kalender Bali. Ary menghasilkan 12 karya dengan teknik cyanotypes yang diletakkan di setiap bulan dalam kalender.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Judul karya Ary ditulis dengan aksara Bali, berbeda dari judul karya lainnya. "Memilih judul dengan aksara Bali agar menambah kesan budaya Balinya. Itu (Aksara) bacanya Budaya Bali," jelas Ary di JNM, Jumat (27/12/2019) sore.

Agar tinta cyanotypes tidak tercampur dengan tinta kalender, Ary bercerita, ia membeli 12 bendel kalender terlebih dahulu untuk test print. Foto-foto yang dicetak oleh Ary di atas kalender Bali terinspirasi dari memori pribadinya tiap bulan.


Mengenal Fotografi Cetak Tua di APHIC WeekFoto: Pameran fotografi Cetak Tua / Vattaya Z

Karya lain yang tidak kalah unik yaitu milik Zakki Ahmada berjudul Wayang & Kulit. Zakki menggunakan teknik vandyke brown print di atas kulit lembu. Zakki menggambarkan proses pembuatan wayang kulit di Imogiri, Bantul.

"Dari awal itu motret digital, terus diedit, di-invert. Jadinya negatif. Lalu dicetak di atas film (mika) ini," kata Zakki menjelaskan proses karyanya. "Sebenernya ini meniru konsep rol film. Terus habis dicetak, obatnya dioles ke medianya (kulit lembu) dan filmnya diletakkan di atasnya," lanjutnya.

Setelah itu, Zakki melakukan test print. Test print dilakukan dengan membandingkan berapa lama kulit lembu disinari ultraviolet (UV). "Misal 15 menit, 10 menit, 5 menit, nanti kelihatan yang exposure-nya yang paling tepat," papar Zakki.

Karya Zakki memerlukan waktu 20 menit untuk mendapatkan exposure yang tepat. "Habis disinar UV, langsung masuk fixer, untuk mengunci bahan kimianya agar tidak bereaksi lagi. Lalu dicuci dengan air dan dikeringkan. Fixer bisa diganti dengan cuka," katanya.

"Imajinasi kreatif sangat dibutuhkan agar karya yang mereka (mahasiswa) hasilkan nantinya tidak terkesan apa adanya. Ragam referensi harus mereka cari," ungkap Ketua Jurusan Fotografi ISI Yogya, Dr Irwandi M Sn dan kurator Novan Jemmi Andrea M Sn dalam catatan kuratorial yang diterima detikcom.

Fotografi cetak tua diharapkan dapat membekali mahasiswa dengan keterampilan khusus di bidang fotografi. Terlebih saat ini fotografi sudah sangat terbuka bagi ilmu pengetahuan lainnya.

Pameran ini merupakan agenda tahunan sejak 2015. Tahun ini, pameran diadakan di JNM mulai Kamis, 26 Desember 2019 hingga Selasa, 31 Desember 2019. Dengan tidak dipungut biaya, pengunjung dapat menikmati karya mulai pukul 10.00 WIB hingga 21.00 WIB.





(kmb/kmb)

Hide Ads