Kemeriahan Festival Lima Gunung di Magelang

Kemeriahan Festival Lima Gunung di Magelang

Eko Susanto - detikHot
Sabtu, 06 Jul 2019 19:03 WIB
Foto: Festival Lima Gunung (Eko Susanto)
Magelang - Festival Lima Gunung (FLG) ke-18 di Tutup Ngisor, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, berlangsung meriah sekali. Warga sangat antusias melihat jalannya FLG yang berlangsung selama 3 hari.

Dalam FLG ke-18 ini tampil sebanyak 77 kelompok seni baik dari Magelang maupun daerah sekitar hingga luar Jawa. Ada juga yang datang dari luar negeri untuk ikut pentas di Lereng Merapi ini. Adapun FLG sendiri berlangsung sejak Jumat (5/7/2019) hingga Minggu (7/7/2019). Pada hari kedua, Sabtu (76/7/2019), sesuai dengan jadwal sedikitnya ada 29 kelompok seni.

Pentas ini dengan panggung utama ukuran 8x8 meter, kemudian latar belakangnya berupa Burung Garuda yang terbuat dari daun kelapa, daun salak, dan jerami. Para pengisi acara pentas persis di bawah dekorasi Burung Garuda. Warga terlihat sangat antusias melihat Festival Lima Gunung ke-18 yang mengambil tema Gunung Lumbung Budaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Komunitas Lima Gunung, Supadi Haryanto, mengatakan ini merupakan Festival Lima Gunung ke-18 di Tutup Ngisor, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, tepatnya di Padepokan Tjipta Boedaja. Untuk FLG ini mengambil tema Gunung Lumbung Budaya.

"Alhamdulillah banyak juga para pecinta Komunitas Lima Gunung yang antusias berpartisipasi mengisi acara. Pelaksanaan tiga hari dari tanggal 5-7 Juli 2019. Peserta kurang lebih 77 grup kesenian dari berbagai kalangan baik dari tradisi maupun akademisi ikut serta dalam pengisian selama tiga hari," kata Supadi di sela-sela FLG ke-18, Sabtu (6/7/2019).

"Bahkan boleh dikata dari Sabang sampai Merauke, dari berbagai pulau ada. Seperti ada dari Papua, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi ikut serta. Bahkan dari luar negeri pun dari Jepang juga berpartisipasi ikut hadir meramaikan acara Festival Lima Gunung ke-18 ini," katanya yang tinggal di Lereng Andong itu.


Supadi mengatakan, Festival Lima Gunung ke-18 ini diawali dengan launching buku karya DR Joko Aswoyo dari Solo. Buku tersebut mengulas tentang perjalanan Komunitas Lima Gunung yang berjudul Sumpah Tanah.

"Mengawali Festival Lima Gunung ke-18 dengan launching buku yang ditulis oleh Pak DR Joko Aswoyo dari Solo. Buku itu mengulas tentang perjalanan Lima Gunung dari entah 10 atau 15 tahun lalu sampai sekarang yang dikupas dalam buku berjudul Sumpah Tanah," ujarnya.

Untuk puncak FLG ke-18, katanya, besok diawali kirab budaya dan dilanjutkan dengan pemukulan gong oleh semua tokoh-tokoh Komunitas Lima Gunung.

Dalam FLG pada hari kedua, salah satu pengisi acara yakni Rangkul Dulur dari Lumajang, Jawa Timur. Kelompok ini menampilkan Barong Gunung. Mereka datang dari Lumajang untuk ikut dalam Festival Lima Gunung ke-18.

"Di Lumajang itu, ada namanya daerah Pronojiwo, lereng Semeru. Di situ hidup berbagai kesenian barong, ada barong sabet, ada barong devil, tapi yang jadi perhatian kita, titik fokus kita namanya barong cokot," kata Mahrus Ali, salah pegiat seni ditemui usai pentas.

"Ini perlu penggalian kembali, makanya mulai beberapa bulan ke belakang kita mengenalkan terus barong cokot ini sampai nanti kita mencari referensi-referensi yang berkaitan dengan barong cokot sendiri," ujarnya.

Festival Lima GunungFestival Lima Gunung Foto: Eko Susanto

Untuk pentas di Festival Lima Gunung, kata dia, hari ini yang datang merupakan ada beberapa gabungan pelaku pegiat tradisi muda yang ada di Kabupaten Lumajang.

"Sekitar 6 bulan yang lalu, kita sepakat untuk berangkat ke Festival Lima Gunung, padahal pendaftaran belum dibuka, tapi saya sudah dengar dari teman-teman Komunitas Lima Gunung bahwa Festival Lima Gunung akan diadakan," ujarnya.

"Saya mencoba berdiskusi dengan mereka, bagaimana ini ada tawaran, tapi saya tidak bisa memberikan apa-apa, selain pengalaman untuk mengikuti Festival Lima Gunung. Mereka sepakat untuk bekerja bareng, berusaha bareng memenuhi kebutuhan, segala kebutuhan untuk menuju ke Festival Lima Gunung ke-18 di Tutup Ngisor," tuturnya.

Kehadirannya untuk mengisi di Festival Lima Gunung, katanya, bukan hanya sekadar pentas saja, namun yang terpenting belajar bagaimana membuat acara yang seperti Festival Lima Gunung.

"Saya dan teman-teman sudah sepakat pergi ke sini tidak hanya sekadar manggung, tapi juga belajar bagaimana acara sebesar ini. Performance dari luar kota, dari luar negeri, kita dalam rangka panggung iya, penonton sangat luar biasa membeludak, tapi yang lebih penting kita belajar disini," katanya.

Selain Barong Gunung, ada juga Kaori Okado dari Jepang yang membawakan Tarian Gambiranom.

"Saya sudah dua atau tiga kali pentas di Festival Lima Gunung, tapi sering datang nonton. Saya senang sekali, saya suka melihat kesenian-kesenian di desa karena energinya tinggi, terus saya senang sekali yang banyak penonton datang dan bisa menikmati kesenian-kesenian Jawa," tuturnya seraya menyebut belajar Tari Gambiranom sejak 20 tahun yang lalu.




(mau/mau)

Hide Ads