Djaduk mengatakan, bahwa banyak peristiwa tidak bisa diulang, karena itu setiap peristiwa harus diambil. Diungkapkannya, dalam mengabadikan momen ke dalam sebuah foto tersebutlah ia seperti menemukan 'ngeng'.
Menurutnya, 'ngeng' sulit dinarasikan namun berkaitan erat dengan rasa dan kepekaan dalam merespon suatu peristiwa. Seperti tema 'Meretas Bunyi' yang bisa diartikan sebuah upaya mewujudkan sesuatu yang semula tidak berwujud menjadi bunyi yang sederhana namun sarat akan makna.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi rasa itu paling dominan (Dalam karya foto Djaduk), untuk teknik bicara nanti," imbuhnya.
Karena itu, dengan melihat foto-foto yang dipamerkannya itu Djaduk ingin pengunjung mengembangkan 'ngeng'nya masing-masing.
"Saya meyakini dari setiap manusia, (Menurut) bahasa saya pasti punya 'ngeng', sekarang bagaimana mengembangkan ngengnya masing-masing. Kalau 'ngeng' itu bertumpu pada rasa, pastinya rasa itu perlu digali lagi dan dipupuk," ujarnya.
Ditambahkan Djaduk, bahwa 'ngeng' setiap manusia perlu diasah guna merespon peristiwa dan digunakan sebagai alat penyaring dari apa yang terkandung dari suatu peristiwa. Terlebih saat ini memasuki tahun politik.
"Rasa itu penting karena perpaduan emosi dan rasional, tapu kalau terjebak hanya pada rasional dan emosinya kering bahaya. Contohnya 'ngeng' dapat digunakan saat (Merespon) tahun politik ini, seperti wooo ngapusi (Bohong) ini (Peristiwa politik), dan Kalau semakin gede, rasa itu membuat kita tidak bisa diseragamkan dan dibeli," ujarnya. (nkn/nkn)