Tepat pukul 16.30 WIB, 13 bissu berpakaian adat hadir di atas panggung. Tiga di antaranya mengenakan pakaian serba hijau dan membawa gendang. Sisanya lengkap memakai alat penutup kepala berwarna merah dan kuning. Aroma dupa seketika menyengat area utama Gudang Sarinah Ekosistem, sore itu.
Selama beberapa saat, mereka mendendangkan doa-doa sambil duduk bersila. Tak lama kemudian, Bissu yang juga memakai riasan tebal dan pewarna bibir itu menari dengan lemah gemulai. Sesekali melempar beras ke arah penonton.
![]() |
Beberapa di antaranya mementaskan aksi yang tak biasa dan nampak mistis. Pemandangan langka bagi warga Jakarta itu juga menampilkan tarian maggiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komunitas adat Bissu merupakan kaum yang menjadi pemimpin spiritual dari era Bugis kuno. Keberadaan mereka sudah tertera dalam naskah La Galigo, warisan budaya tulis dari hikayat Bugis yang berkembang secara lisan sejak abad ke-13. Sebagian anggota Bissu adalah Calabai yaitu kata yang menyebut laki-laki yang bersifat kewanitaan atau waria.
Prosesi tarian dari Bissu yang berlangsung hampir 20 menit itu membuka perhelatan akbar Jakarta Biennale 2017. Penonton yang datang ke Jakarta Biennale kemarin sore tak hanya publik Jakarta tapi mayoritas tamu undangan dari pusat kebudayaan mancanegara sekaligus wartawan-wartawan dari penjuru dunia. Direktur Yayasan Jakarta Biennale Ade Darmawan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung terselenggaranya perhelatan tersebut.
"Kami tahu Jakarta Biennale tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kami hadir dengan penyelenggaraan yang fantastis untuk kali ini," ujar Ade Darmawan ketika memberikan sambutan pada Sabtu (4/11/2017).
Jakarta Biennale 2017 berlangsung dari 4 November sampai 10 Desember 2017.
Saksikan video Pembukaan Jakarta Biennale 2017 di sini:
(tia/nu2)