Studiohanafi pun membuat konsep artistik di ruangan tersebut seperti 'rahim' perempuan. Direktur Program Studiohanafi Adinda Luthvianti mengatakan konsep artistiknya terbilang unik.
"Konsep artistiknya adalah bagaimana sebuah kelahiran, ruang pameran menjadi rahim," kata Adinda di sela-sela pembukaan pameran di Museum Nasional Indonesia pada Kamis (19/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Menelisik Budaya Gendongan Bayi |
Hanafi yang merupakan perupa, di pameran kali ini bekerja sebagai direktur artistik bersama Enrico Halim.
"Saya bekerja dengan enrico halim yang sangat memuja detail dari sejarah museum taiwan tentang gendongan bayi. Saya menampilkannya dengan meletakkannya pada sejarah itu sendiri. Bukan hanya sejarah gendongan bayi tapi juga kesempatan pertemuan yg lebih luas," timpal Hanafi.
![]() |
Konsep artistik 'rahim', diakui Hanafi, sama seperti proses ketika jabang bayi berada di dalam kandungan selama 9 bulan lamanya. Lantai ruang pamer pun sengaja seperti 'mengambang' dan pengunjung tidak langsung menginjak lantai namun material diganti dengan kayu-kayu.
Baca juga: Dari Mana Asal Muasal Budaya Gendongan Bayi? |
"Dalam display pameran tidak ada sudut-sudut karena dalam janin juga begitu, sudut berbahaya bagi anak," pungkas Hanafi.
Melalui display kontemporer dan kekinian di pameran gendongan bayi, pengunjung dapat melihat koleksi Taiwan dan Indonesia secara seksama. Mulai dari koleksi gendongan bayi, foto, narasi teks budaya, dan video bersama iringan pengantar bayi (lullaby). Untuk memperkuat tema sebagai pameran etnografi, salah satu ruang akan berisi koleksi gendongan bayi dari Dayak-Kalimantan bersama sosok ibu yang sedang menenun.
Pameran 'Fertil, Barakat, Ayom' masih berlansung sampai 29 Oktober 2017 di ruang pamer temporer Gedung B, Museum Nasional Indonesia.
(tia/tia)