Sejak kemunculannya, para penari balet memang didominasi oleh perempuan. Banyak di antaranya mampu menarikan 'Swan Lake', 'Sleeping Beauty', 'The Nutcracker' hingga tarian 'Cinderella' yang terkenal di setiap penjuru dunia.
Perempuan pun lebih dianggap mampu untuk menarikan tarian balet dengan cantik dan lemah gemulai dibandingkan kaum Adam. Dicap identik dengan perempuan, namun tarian balet tetap diminati para pria. Bahkan di Korea Selatan sendiri, tiga hari yang lalu baru saja muncul artikel mengenai tentara-tentara asal Negeri Ginseng yang ada di perbatasan Semenanjung Korea.
Mereka berlatih balet dengan dalih untuk melepaskan stres. Gerakan yang ada di tarian balet dianggap sebagai proses penyembuhan dan menyeimbangkan kembali kehidupan mereka saat wajib militer (wamil).
Tak hanya di Korea saja, tarian balet juga berkembang di Indonesia. Ada tiga sekolah balet ternama Tanah Air yang membuka kelas bagi publik. Mereka adalah Ballet Sumber Cipta, Namarina Dance Company, dan Marlupi Dance Academy.
Sayangnya di antara ratusan maupun ribuan penari balet perempuan di Indonesia hanya ada segelintir penari balet pria yang konsisten berlatih. Stereotip masih terjadi di kultur Timur khususnya Indonesia, dari pemikiran negatif mengenai gender, kostum balet yang dianggap 'keperempuanan', gerakannya hingga anggapan rasis.
Kali ini, tematik detikHOT akan membahas mengenai para penari balet pria di Indonesia. Mulai dari anggapan miring publik, suka duka menjadi penari balet pria, hingga data mengejutkan mengenai mereka.
Simak artikel-artikel berikutnya!
(tia/nu2)