'Burung-burung Prenjak' mengangkat problematika hidup seorang priyayi Jawa yang berpendidikan Eropa. Ia tinggal seorang diri si rumah yang berpendopo luas, memegang teguh kebudayaan Jawa, dan layaknya kaum priyayi pada umumnya, ia seorang abangan.
Sebagai kaum abangan, ia mempercayai mitos dan membaca perubahan alam sebagai "tanda". Sadar bahwa status kepriyayiannya di masa kini mulai luntur, ia pun menghadapinya dengan menertawakan zaman dan dirinya sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah dibuka dengan pentas 'Mati Berdiri' oleh kelompok Sena Didi Mime (Jakarta), Sabtu (11/3) pekan lalu, Helateater 2017 akan ditutup dengan 'Monopolis' dari Komunitas Seni Hitam Putih asal Padangpanjang, Sabtu (25/3) pekan depan.
Untuk perhelatan tahun ini, Helateater Salihara mengusung tema 'Teater dab Tubuh' dengan menampilkan 3 grup teater non-verbal. Yakni, teater yang lebih mengandalkan eksplorasi tubuh ketimbang seni peran.
Studio Taksu, sebagai salah satu penampil, berdiri sejak 1995. Nama Taksu diambil dari bahasa Bali yang berarti "aura". Melakukan pendekatan penciptaan karya berdasarkan TAri, geraK dan SUara, kelompok ini telah menciptakan lebih dari 40 karya yang dipentaskan di Indonesia dan mancanegara.
(mmu/mmu)