Di antaranya adalah Jim Allen Abel dengan karya berjudul 'Motorcyle Diaries', Eldwin Pradipta menampilkan 'Waterkasteel: Canto', Yudi Sulistyo dari Pearl Lam Galleries dengan karya 'Warfare', dan Tintin Wulia dengan 'Untold Movements Act 1: Neitherland, Whitherland, Hitherland'.
Ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pendiri Art Stage Singapore, Lorenzo Rudolf, mengatakan seniman-seniman Indonesia kali ini mewakili tema Forum Asia Tenggara yang berjudul 'Net Present Value: Art, Capital, Futures'. "Mereka yang tampil karyanya sudah dikenal tak hanya di Indonesia tapi juga mancanegara, serta sudah sesuai dengan tema yang kami usung," katanya, kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Jim Allen Abel menceritakan hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Bagaimana persoalan kapitalis berkembang tapi ini jadi hal ironi," terang Lorenzo Rudolf.
Berbeda dengan Eldwin Pradipta (Lawangwangi Creative Space) yang karyanya merespons persoalan urban di Yogyakarta. Banyak lokasi wisata di kota Gudeg itu hanya dikembangkan sesuai dengan kepentingan turis. "Kapitalisme terjadi di banyak tempat. Sejarah dibuat untuk uang dengan alasan turis," tuturnya.
Yudi Sulistyo dengan 'Warfare' yang kerap menggunakan material recycle menciptakan karya yang terkenang dari perjalanan masa kecilnya. Yang terakhir, Tintin Wulia menghadirkan 'Untold Movement Act 1: Neitherland, Whitherland, Hitherland'.
"Tintin Wulia telah melakukan perjalanan ke banyak negara. Karyanya menceritakan tentang batasan di sebuah negara dan kerap menyinggung persoalan sosial-politik. Karya seni instalasi Tintin Wulia akan hadir dengan indahnya di Art Stage Singapore," kata Lorenzo.
Edisi ketujuh Art Stage Singapore 2017 diselenggarakan bertepatan dengan Singapore Art Week pada 12-15 Januari 2017. Ada 126 galeri seni dari 27 negara yang bakal berpartisipasi.
(tia/dar)