Berpindah tempat lagi, penari pria berpakaian serba hitam naik ke atas video tron. Menari tak beraturan, gerakannya disesuaikan dengan video mapping yang diputar di video tron tersebut. Kemeriahan pembukaan Festival Teater Jakarta (FTJ) kali ini tak berhenti sampai di situ saja.
Banyak adegan 'noise' dan tak beraturan yang sengaja dihadirkan dalam pertunjukan yang berjudul 'To The Tit'. Tak adanya batas antara panggung dengan penonton pun menjadi nilai plus dalam pementasan yang berlangsung Senin (21/11) malam itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Pertunjukan kolaborasi kami merespons tema 'Transisi' yang diusung oleh Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta. Bukan 'trans' atau 'isi' yang kami tampilkan, tapi jeda di antaranya keduanya yang ada tanda strip," ujarnya menjelaskan usai pementasan.
Pria yang akrab disapa Tian itu menerangkan, munculnya tema 'transisi' dipicu peristiwa yang tak stabil dan emergensi. "Dari dan mau ke, peristiwa yang tidak ajeg. Kolaborator juga punya pemahaman masing-masing dan mengolah soundscape yang sudah disepakati," tuturnya.
Keramaian pembukaan FTJ 2016 juga ditutup dengan munculnya aktor berkepala keranjang sampah yang kembali berdiri di hadapan penonton. Tanpa menggunakan sehelai benang apapun, dia menyalakan kembang api sebagai penutup. Tian menuturkan, konsep ketubuhan juga sengaja dihadirkan di pentas 'To The Tit'.
![]() |
"Noise dan rasa kegelisahan penonton yang sengaja kami tampilkan. Setelah menonton pertunjukan sampai akhir, apa yang dirasakan penonton? Pastinya gelisah dan nggak tenangnya kan, nah itulah yang disebut dengan transisi," timpal Taufiq Darwis.
Gelaran seni teater tahunan Festival Teater Jakarta 2016 dimulai hari ini. Ada 16 grup teater yang akan berkompetisi. Kelompok teater ini telah melewati babak penyisihan di lima wilayah Jakarta.
Selain itu, di Sayap Tamu akan ada kelompok teater undangan yang dipilih tim kuratorial FTJ. Mereka adalah Jaring Project (Yogyakarta), Artery (Jakarta), Padepokan Seni Madura (Madura), dan Sena Didi Mime Indonesia (Jakarta).
Sementara, di Sayap Klasik ada pentas grup teater tradisional yang sampai sekarang masih bertahan di ibukota. Terpilih untuk tampil Lenong Denes Puja Betawi, Sahibul Hikayat Ita Saputra, Wayang Orang Bharata, dan Sandiwara Sunda Miss Tjitjih. Sedangkan di Sayap Perspektif ada penampilan dua kelompok kolaborasi seniman yang tampil di malam pembukaan, dan penutupan dengan pementasan dari kelompok MuDa dari Jepang.
(tia/mmu)