"Patungnya kena badai," ujar Nus Salomo terkekeh ditemui di sela-sela media tur 'Di Ruang-ruang Terbuka Salihara'. Padahal karya berjudul 'Gurita Salihara' menjadi latar bagi panggung pertunjukan musik bersama Float di rooftop Salihara.
Band yang dikomandoi oleh Hotma 'Meng' Roni Simamora itu memeriahkan acara yang bertajuk 'Before SIPFest'. Selama hampir satu jam, mereka menyanyikan lagu-lagunya dan mengajak kawula muda untuk menonton seni pertunjukan bertaraf internasional yang dibuka 1 Oktober mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sendiri senang memakai bahan material bambu, karena mudah dimodifikasi dengan gaya arsitektur lainnya," lanjutnya.
Nama 'Gurita Salihara' diambil Nus karena peran Komunitas Salihara di ranah seni pertunjukan. "Tangannya kan kemana-mana, ya diharap perannya juga ada banyak," ungkap Nus.
Kurator seni rupa Salihara, Asikin Hasan, menambahkan karya seni di ruang terbuka, kerap memiliki masalah. Bukan hanya faktor estetika saja yang dipikirkan tapi terkait dengan kendala cuaca.
"Jadi problem di ruang terbuka dan sekarang yang menimpa Nus adalah angin. Karya-karya Nus memang banyak berukuran raksasa dan besar, tapi kalau sudah menyangkut alam, kita tidak bisa prediksi," tambah Asikin.
Nus tak hanya mengerjakan patung dan seni instalasi, tapi juga lukisan, lukisan digital, video, dan teknologi serta ilmu pengetahuan kerap menjadi alat bantu dalam berkarya. Pameran tunggalnya yang terakhir adalah "Deus ex Machina", Ark Galerie, Jakarta (2009), "Nus the Cybernaut", O House Gallery, Jakarta (2008), dan "The Post-Human", Galeri Lontar, Jakarta (2006).
Nus menjadi salah satu dari empat perupa yang berkarya site-project. Mereka diminta Dewan Kurator Salihara untuk membuat karya tanpa batasan tema dan merespons terhadap ruang terbuka di Komunitas Salihara. 'Gurita Salihara' masih bisa dilihat hingga 6 November mendatang!
(tia/dal)