Penulis sekaligus sutradara lakon 'Petuah Tampah' mengatakan tampah menjadi alat tradisional masyarakat yang digunakan untuk memilah dan memilih padi bernas. Serta difungsikan sebagai berbagai macam alat syukuran.
"Di tradisi Jawa, tampah punya banyak filosofi yakni nampa atau menerima. Di beberapa peristiwa anak hilang, menurut mitosnya diajak bermain makhluk halus, tampah kemudian dijadikan alat tetabuhan oleh tetangga sambil keliling kampung," kata Asa, dalam keterangannya, Jumat (29/7/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Di dalam pemaknaan ini, Teater Djarum menawarkan kembali perenungan akan tumbuh kembangnya kepribadian anak manusia di kehidupan, yang bagaikan siklus atau cakra manggilingan (roda yang berputar). "Teater Djarum mengangkat tampah sebagai ekspresi seni pertunjukan. Tampah juga menawarkan banyak nilai yang diangkat di dalam 'petuah sampah'," sambungnya lagi.
Selama lima bulan, Teater Djarum mengeksplorasi persoalan tampah. Di proses penggarapan karya, Teater Djarum menemukan tampah disusun dari anyam-anyaman bambu tapi tiba-tiba disadarkan bahwa bangunan dari seluruh proses para pemain dan pendukung teater tidak lain merupakan 'anyam-anyaman'.
![]() |
Pertunjukan di Bandung adalah pentas yang keempat sebelumnya digelar di Gedung Kesenian Jepara (Jepara), Auditorium Galeri Indonesia Kaya (Jakarta), dan Balai Budaya Rejosari (Kudus).
Pertunjukan di Bandung ini dapat terlaksana atas bantuan dan kerja sama dengan Teater Awal – UIN Sunan Gunung Djati, Bandung. Setelah di Saung Angklung Udjo – Bandung, Petuah Tampah masih akan hadir di beberapa tempat. Di antaranya di Omah Petroek Sindhunata – Yogyakarta, Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah – Surakarta, Taman Budaya Cak Durasim – Solo dan Temanggung.
(tia/mmu)













































