Diskon dan Teror di Hari Buku Nasional

Diskon dan Teror di Hari Buku Nasional

Is Mujiarso - detikHot
Selasa, 17 Mei 2016 12:00 WIB
Diskon dan Teror di Hari Buku Nasional
Jakarta -

Sehari menjelang Hari Buku Nasional yang diperingati setiap 17 Mei, muncul dua riak kehebohan di media sosial. Yang pertama adalah info diskon dari jaringan toko buku Gramedia. Dalam rangka menyambut perayaan Hari Buku tersebut, mereka menggelar pesta potongan harga khusus untuk semua buku.

Ada dua jenis diskon yang ditawarkan. Yakni, 20 persen untuk umum sepanjang hari ini, dan 30 persen untuk pemegang kartu kredit tertentu mulai hari ini hingga 19 Mei.

Kehebohan kedua, datang dari sebuah kabar buruk. Ketua Pelaksana Tugas Perputakaan Nasional Dedi Junaedi tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang berisi dukungan terhadap pemberangusan buku-buku bertema β€œkiri”. Sebelumnya, sejumlah razia dan penyitaan atribut dan buku kiri memang telah terjadi di berbagai tempat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bahkan dengan provokatif, seperti dikutip sejumlah media, meminta kepada warga yang memiliki buku kiri untuk menyerahkannya ke pihak berwajib. Dalam latar situasi penuh β€œteror” semacam itu, pernyataan Dedi Junaedi tentunya menambah kontroversi.

β€œSaya setuju (razia). Karena dengan adanya buku-buku aliran kiri ternyata meresahkan. Zaman Orde Baru buku-buku itu dilarang untuk diedarkan. Untuk baca, harus ada izin kejaksaan,” kata Dedi kepada wartawan di Jakarta usai konferensi pers di Auditorium Perpusnas Jakarta, Senin (16/5).

 β€œTerutama untuk kebaikan anak-anak kita. Buku-buku semacam itu tidak sesuai dengan Pancasila. Kalau ada buku itu nanti meresahkan, nanti terprovokasi,” tambahnya.

Lebih jauh, Deni juga mempertanyakan maraknya penerbitan buku-buku bertema kiri dewasa ini dari segi International Standard Book Number (ISBN). β€œKalau buku-buku baru, coba dicek, ada ISBN atau tidak?” ujar dia seraya menegaskan, pihaknya akan melapor jika ada permintaan ISBN untuk buku-buku bertema kiri.

Pernyataan Dedi cukup mengusik kalangan penulis dan pelaku industri perbukuan. Secara umum, sikap pejabat tertinggi di Pepustakaan Nasional itu dianggap sebagai sebuah ironi besar di Hari Buku Nasional.

β€œPerayaan hari buku nasional yang penuh ironi. Hari peringatan yang sejarahnya datang dari peresmian perpustakaan nasional, yang kini berniat memusnahkan buku,” ujar sastrawan muda asal Yogyakarta, Bernard Batubara, penulis novel β€˜Surat untuk Ruth’ dan kumpulan puisi β€˜Angsa-angsa Ketapang’.

Hari Buku Nasional memang tak bisa dilepaskan dengan keberadaan Perpustakaan Nasional. Tiga puluh enam tahun yang lalu, tepatnya 17 Mei 1980 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) diresmikan. Dari situlah tercetus untuk menjadikan tanggal yang sama sebagai Hari Buku Nasional yang bertujuan untuk memacu minat atau kegemaran membaca di Indonesia.

Bagi pendiri penerbit buku Marjin Kiri, Ronny Agustinus, pernyataan Dedi Junaedi merupakan sebentuk kegilaan yang membahayakan kelangsungan dunia perbukuan di Tanah Air.

β€œAkan sangat berbahaya kalau dia tidak segera dicopot, bisa hilang kekayaan khazanah pemikiran dalam bentuk buku tercetak baik kiri maupun lainnya yang pernah lahir di negeri ini, bila Perpusnas tidak netral dan ikut melayani politik rezim. Apalagi, dia ingin pemberian ISBN ikut dipolitisasi. ISBN adalah standar teknis untuk kepentingan industri; tidak pernah ada di negara mana pun pemberian ISBN diseleksi buat kepentingan sensor,” ujar Ronny penuh nada prihatin.

Antara emosi dan kelakar, pendiri penerbit EA Book dan Buku Mojok, Puthut EA juga mengecam β€œteror” yang dilancarkan Dedi terhadap dunia perbukuan. β€œNama: Dedi Junaedi. Jabatan: ketua pelaksana tugas perpustakaan nasional. Situasi: Dicari semua pegiat literasi di seluruh Indonesia. Hidup atau mati. Bangun atau tidur. Telanjang atau berpakaian,” selorohnya.

Puthut juga mempertanyakan keperpihakan dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) di tengah situasi kacau yang penuh intimidasi saat ini. β€œKetua IKAPI Pusat mana suaranya? ketika ada ancaman atas penerbit-penerbit, juga dunia literasi di Indonesia, mestinya dia membela paling keras,” tuntutnya.

Keprihatinan yang sama juga disampaikan kalangan mahasiswa. Salah satu organisasi yang menamakan diri sebagai Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FKM) mengaku kecewa dengan sikap Dedi Junaedi yang dinilai meruntuhkan semangat gagasan perpustakaan itu sendiri sebagai wadah penyimpanan karya tulis dan karya seni demi melengkapi ruang ilmu pengetahuan.

β€œGagasan kiri atau buku yang memuat gagasan kiri juga tidak berhak untuk dilarang selagi gagasan atau buku tersebut masih bisa dibuktikan keilmiahannya. Gagasan ya harus dilawan dengan gagasan, begitu juga dengan buku pun harus dilawan dengan buku, tentu saja nilai ilmiah perlu dikedepankan,” ujar Ketua Umum FKM Hasyim Ilyas.

Jadi, sudah menyiapkan kartu kredit untuk memborong buku yang diskon hari ini? Eh!

Β 




(mmu/mmu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads