Batik yang dihasilkan pengrajin di daerah ini memiliki ciri warna khusus yang disebut Babaran Langgar Dalem dan Babaran Kerjasan. Maka, produksi kain batik yang dihasilkan khas dengan warna soga tembelekan atau cokelat kehijauan.
Namun, seiring bergantinya waktu kampung batik yang ada di Kudus bermunculan. Seperti Kampung Kedung Paso dan Janggan yang juga memiliki ciri berbeda. Kedung Paso memproduksi batik yang sering dipanggil Babaran Kedung Paso dengan warna keungungan, hijau, biru dan cokelat (busono kelir).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah perjalanan tersebut terangkum dalam buku 'Batik Kudus the Heritage' yang ditulis oleh Miranti Serad Ginanjar. Buku yang diterbitkan bertepatan dengan Hari Batik Nasional pada 2 Oktober lalu, menceritakan secara detail sejarahnya. Sekaligus motif-motif khas Batik Kudus yang melegenda.
Batik Kudus pun diakui Mira disukai kolektor dunia. "Ada koleksi museum di Jerman dan Inggris yang mengoleksi batik Kudus, dan fantastis di era tersebut sudah mencapai ke sana," katanya di Galeri Indonesia Kaya (GIK), Senin (26/10/2015).
Kini, melalui pembinaan yang dilakukan oleh Galeri Batik Kudus anak-anak yang masih sekolah belajar bagaimana cara membatik. "Anak-anak lulusan SMK juga banyak jadi pengrajin Batik Kudus," ujar Mira.
Simak Juga: Visual Jalanan Gelar Pameran 'Bebas Tapi Sopan'
Batik Kudus menjadi salah satu daerah yang memiliki tradisi membatik selain Yogyakarta, Solo, Pekalongan, Cirebon, Lasem, dan lain-lain. Batik kota Kretek yang berada di pesisir utara Pulau Jawa dan bersebelahan kota Demak (barat) serta Pati (timur) ini sudah ada sejak abad ke-19.
Pemilik Galeri Batik Jawa Nita Kenzo mengatakan Batik Kudus tetap dilestarikan dan dikembangkan dengan menggunakan pewarna alam yang ramah lingkungan. "Pewarna kayu dan akar pohon tetap kami pakai untuk menghasilkan batik yang terjaga dan berkualitas," tutup Nita.
(tia/ron)