Hal ini dikatakan oleh kurator Museum Universitas Pelita Harapan sekaligus pengelola Balai Lelang SIDHartA Auctioneer, Amir Sidharta. "Pemalsuan itu semacam prostitusi. Ibaratnya profesi yang paling tua setelah penciptaan karya seni," ungkapnya usai diskusi 'Ancaman Lukisan Palsu' di Ciputra Artpreneur Jakarta Pusat, Kamis (17/9/2015).
Baca Juga: Pelukis dan Kolektor Seni Berkumpul, Bahas Lukisan Palsu
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu itu ada cover majalah yang memajang latar lukisan Putu Sutawijaya. Setelah diverifikasi ternyata itu memang bukan karya Putu," kata Amir.
Amir menegaskan memang banyak perupa kontemporer yang karyanya dipalsukannya. Tapi, belum ada kasus yang berhasil terdokumentasikan sampai sekarang. Untuk mencegah pemalsuan makin merajalela, ia menyarankan, sebaiknya kolektor mengetahui asal usul karya terlebih dahulu. Termasuk perjalanan karya dari satu tangan ke tangan berikutnya. "Banyak kolektor yang percaya lukisan Hendra asli tapi ternyata nggak. Tetap kritis dan skeptis," tegasnya.
Sepajang kariernya menjadi kurator, Amir pernah menjadi saksi dari lukisan palsu. Saat itu, ia pernah diminta verifikasi lukisan asli dan palsu karya Basuki Abdullah.
"Sekilas dengan mata telanjang sama persis. Nggak ada bedanya tapi setelah diselidiki ternyata salah satunya palsu," ungkap Amir.
Telisik punya telisik, lukisan tersebut pernah dipinjam oleh seorang dokter gigi. Ia mengaku punya program penggalangan dana lewat lukisan dan dibawa keliling Indonesia. "Mungkin di situ lukisannya dipalsukan."
(tia/ron)











































