Pameran atas undangan dari Direktur Mori Art Museum Fumio Nanjo ini menampilkan sebanyak 13 karya seni dari Handiwirman. Dalam penggalan pengantarnya, seperti dalam keterangan pers yang diterima detikHOT, Nanjo mengatakan ia sempat terpana dengan warna-warna yang diciptakan Handiwirman.
"Lukisan Indonesia sering diasosiasikan dengan warna primer yang kuat tapi ia berbeda. Ia hadir dengan warna pucay, jernih, tipis seperti ungu, hijau atau jambon," katanya.
Tak hanya warna, tapi subjek yang ditampilkan di karya-karyanya juga tidak punya hubungan langsung dengan politik atau masyarakat. "Tapi gambar yang mengawang-ngawang," tambahnya.
Kurator pameran Enin Supriyanto mengungkapkan karya-karyanya kali ini dianggap sebagai semacam rangkuman dari perkembangan artistik Handiwirman selama 15 tahun berkarya.
Pendekatannya yang idiosyncratic dalam mengolah bahan dan bentuk selama ini telah menempatkan Handiwirman dalam posisi yang unik dalam perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia pasca Reformasi (1998). Pameran tunggalnya akan dibuka pada 13 Juni dan berlangsung hingga 25 Juni mendatang di TOLOT/heuristic Shinonome, Tokyo.
Sejak 1999, Handiwirman telah berpameran tunggal seperti “Tak Berakar, Tak Berpucuk” yang diselenggarakan Nadi Gallery di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (2011). Sebelumnya, “Things: The Order of Handiwirman”, Rumah Seni Cemeti, Yogyakarta (2009), “Broken Heart” di Cemeti Art House, Yogyakarta (2002), dan “Provocative Objects”, Galeri Lontar, Jakarta (2000).
Sementara tak kurang dari 21 pameran bersama telah ia ikuti sejak 2001. Di antaranya, “Collectors’ Stage: Asian Contemporary Art from Private Collections”, Singapore Art Museum, Singapura (2011), “2nd CP Biennale: Urban Culture”, Museum Bank Indonesia, Jakarta (2005), dan “Contemporary Craft”, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (2001).
(tia/mmu)