Sensualitas Srintil di Leipzig Book Fair

Laporan dari Jerman

Sensualitas Srintil di Leipzig Book Fair

- detikHot
Jumat, 13 Mar 2015 07:10 WIB
Sensualitas Srintil di Leipzig Book Fair
Jakarta -

Semua mata tertuju pada sang penari. Ia menari dengan sensualnya. Berkemben, ia sampyuhkan selendang, ia goyangkan bokongnya dengan sensual. Orang-orang yang menonton pun terkesima.

Perempuan itu menjelma Srintil, tokoh utama dalam film 'Sang Penari'. Ia terus menari diselingi suluk yang mengabarkan tentang kiamat.

"Bumi Lebur tumpur sumawur katrajang. Bumi geter kateteran. Pindo ombak lumindaking jolo midi. Bumi bengkah sumungah panase kawah," Wasi Bantolo menembangkan suluk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tarian Srintil ditampilkan di stand Indonesia di Leipzig Book Fair di Leipzig, Jerman, Kamis (12/3/2015). Ratusan stand dari berbagai negara mengikuti pameran buku terbesar kedua di Jerman ini.

Bersaing dengan ratusan peserta lainnya, Indonesia dituntut mengemas semenarik mungkin penampilannya di Leipzig. Aktor dan sutradara Slamet Rahardjo Djarot, yang ditugasi mengurus pengemasan pun lantas menghidupkan Srintil saat sastrawan Ahmad Tohari memperkenalkan novelnya 'Ronggeng Dukuh Paruk' edisi terjemahan bahasa Jerman.

"Kita kemas beyond the book. Kita jadikan ini sebagai acara kebudayaan, tidak melulu pameran buku," kata Slamet Raharjo.

Maka diskusi dengan tema 'The Dancer: A Woman's Life in a Time of Terror', tidak hanya menampilkan Ahmad Tohari, tapi juga diputarlah cuplikan film 'Sang Penari' dan dihadirkan Srintil untuk menarikan ronggeng.

Ahmad Tohari memberi pengakuan 'Sang Penari' ditulis berdasarkan kisah nyata yang terjadi pada 1965. Saat itu banyak perempuan menjadi penari untuk Lembaga Kebudayaan Rakyat atau Lekra, organisasi kebudayaan yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah Presiden Sukarno jatuh, kejayaan PKI juga runtuh. Mereka yang dekat dengan PKI termasuk para penari pun ditangkapi.

"Saya yakin saya harus bersaksi tentang sesuatu yang buruk pada 1965 dengan menulis 'Ronggeng Dukuh Paruk'. Kisah Srintil sebenarnya kisah nyata," kata Ahmad Tohari.

Selain mengungkap kekejaman yang dialami Srintil sebagai penari Lekra, Ahmad Tohari juga menghadirkan tokoh Rasus, tentara yang berusaha menyelamatkan Srintil dan warga dukuh Paruk. "Satu desa itu semuanya PKI," kata Ahmad Tohari.

"Rasus itu simbol Indonesia yang sangat penolong," tambah penulis kelahiran Banyumas Jawa Tengah itu.

Ahmad Tohari pun mengajak warga Jerman yang datang di pameran itu untuk berkunjung ke Indonesia. Meskipun ada berita buruk soal aksi radikal muslim, Ahmad Tohari menjamin Indonesia aman.

"Kalau merasa kurang aman hubungi saya," kata Ahmad Tohari yang disambut tawa pengunjung.

Zara salah seorang warga Jerman mengaku menyukai tarian ronggeng yang dihadirkan di stand Indonesia.

"Sensual tapi menarik," kata remaja yang mengaku sangat ingin berkunjung ke Bali itu.

Zara tahu Bali tapi tidak tahu banyak tentang Indonesia. "Saya tahu Indonesia sebagai nama negara yang jauh," akunya.

Leibzig Book Fair menjadi wadah Indonesia untuk mengenalkan diri sebagai tamu kehormatan Frankfurt Book Fair.

"Indonesia belum dikenal dunia. Kita tampilkan yang terbaik dari kita. Kita tunjukkan kita juga punya sastrawan yang sebagus sastrawan dunia," kata ketua komite nasional Indonesia Program Frankfurt Book Fair, Goenawan Mohamad.

(iy/wes)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads