Berbeda dengan guci yang berada di bagian belakang ruang pamer Galeri Nasional. Meski sama-sama berbentuk bulat dan berwarna putih tapi bagian permukaannya bolong-bolong seperti ditusuk-tusuk oleh sesuatu.
'Moon Jar' (Dal Hangari) atau Guci Bulan adalah penyebutan bagi kedua guci tersebut. Guci Bulan berasal dari seni keramik Dinasti Joseon yang melambangkan kehangatan dan harapan bagi si pembuatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Guci ini dibakar dalam suhu tinggi dan dibuatnya tidak langsung utuh seperti ini," ucap Ketua Tim Kurator Chung Joon-Mo ketika menjelaskan karya seni tersebut di Galeri Nasional Indonesia, Jumat (9/1/2014) lalu.
Awalnya, Guci Bulan ini terbagi menjadi dua bagian lalu disatukan kembali. Waktu pembakarannya pun mencapai 1300-1500 derajat Celcius.
"Karena kuncinya memang segitu, jadi banyak air yang keluar dari tanah liat. 17 persen bentuk gucinya jadi mengecil," kata Joon-Mo.
Serta yang tak kalah penting, adalah pemakaian kayu bakar ketika proses pembakaran. Inilah yang menjadi salah satu misteri dari keindahan dan suara nyaring Guci Bulan buatan seniman Korea Selatan.
Di pameran tersebut, tak hanya Guci Bulan saja yang ditampilkan tapi lukisan monokromatik juga memukau para pengunjung. "Kami ingin menunjukkan seni rupa dan budaya negara kami ke bangsa Indonesia. Lukisan monokrom Korea yang lembut dan punya arti mendalam. Keduanya adalah landasan dari budaya Korea di Dinasti Joseon," ucap Duta Besar Republik Korea untuk Indonesia Cho Tai Young saat pembukaan, semalam.
Sebelumnya, pameran yang sama dengan menampilkan seni kotemporer Korea juga digelar di pelbagai negara lainnya. Seperti Shanghai, Beijing, Polandia, Hungaria, Berlin, dan Jerman. Rencananya, setelah Indonesia, Joon-Mo bersama tim kurator lainnya akan membawa Guci Bulan dan lukisan monokromatik ke negara Brazil.
(tia/fk)