Ketika Negeri Suranesia Memilih Maharaja di 'Republik Cangik'

Ketika Negeri Suranesia Memilih Maharaja di 'Republik Cangik'

- detikHot
Jumat, 14 Nov 2014 15:12 WIB
Dok.Grandy/ detikFOTO
Jakarta -

"Namaku Limbuk. Arti namaku unik. Artinya perempuan dengan bentuk tubuh yang gede. Lihat saja perutku, pantatku, dan dadaku ini," ucap perempuan itu membuka pertunjukan 'Republik Cangik' di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Pasar Baru, Kamis (13/11/2014) malam. Sontak penonton tertawa. Tak hanya ucapan itu yang bikin 'ger', tapi juga perawakan Si Limbuk yang bertubuh gemuk dengan jubah berwarna merah mengkilat.

"Lalu kenapa aku ada di pertunjukan ini? Kata orang, aku adalah bahan tertawaan. Karena aku, pertunjukan akan laris," sambungnya, yang lagi-lagi disambut gelak tawa membahana.

Di atas panggung, Limbuk bersama ibunya Cangik menjadi tokoh sentral di babak pertama. "Mamakku itu cewek yang hebat. Namanya Cangik. Semua manusia diurusinya," ujarnya memperkenalkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cangik yang berperawakan lebih kurus dan berleher panjang itu adalah dayang kepercayaan Maharaja Surasena, pemimpin Negeri Suranesia. Usai meninggalnya sang raja, Cangik dipilih untuk menjadi juri dalam pemilihan maharaja baru. Dengan mantra yang diberikan oleh Maharaja, ia berhasil memanggil Ratu Para Setan Betari Permoni, Perdana Menteri Para Dewa Betara Narada, wakil Pandawa Raden Gatotkaca, Raden Lesmono dari wakil Kurawa, dan putri Raja Kediri Riri Ratri.

Pemilihan pun dimulai. Ada lima kandidat yang mendaftar. Mereka adalah Santunu Garu yang gemar berkuda dan hobi menembak. Kedua, Dudung Bitung yang merupakan mantan ksatria yang suka menembak mati siapa pun khususnya teroris. Ketiga, Graito Bakari yakni calon raja yang membuat pulau menjadi lumpur. Keempat, Binanti Yugama, seorang wanita yang terambisi menjadi Maharatu. Dan terakhir Burama-Rama yang hobi menyanyi dangdut dan seriosa.Β 



Selain kelima calon, ternyata Cangik diam-diam mendaftarkan satu calon lain. Ia bernama Jaka Wisesa. Sosoknya yang berasal dari rakyat jelata dan sopan tersebut memikat hati Cangik.

"Jaka Wisesa, jangan lupakan jasa aku. Berkat aku kamulah dielu-elukan oleh rakyat. Kamu tetap bawahan aku," teriak Cangik.

Jaka Wisesa mengangguk. "Siap Bunda Cangik."

Itulah lakon 'Republik Cangik' garapan terbaru Teater Koma yang akan dipentaskan hingga 22 November. Lakon ini merupakan yang ke-4 berjudul 'Republik' dan menggunakan nama tokoh Panakawan. Sebelumnya Teater Koma pernah mementaskan Republik Bagong, Republik Togog, dan Republik Petruk.



Seperti biasa, selain mencampuradukkan tokoh-tokoh dari berbagai khasanah zaman yang berbeda, setiap banyolan dalam lakon ini sesuai dengan kondisi politik dan sosial Tanah Air.

"Apa seperti pilpres kemarin? Ya, saya tidak tahu karena menuliskannya sebelum pilpres di bulan Januari 2014," kilah sutradara Nano Riantiarno usai pementasan.

Tak ketinggalan pula, Nano menyelipkan sentilan dan kritikan khas Teater Koma dalam beberapa adegan. Lewat lakon ini, Nano bersama Teater Koma memberikan pesan tersembunyi. Semua proses pemilihan ini dan terpilihnya Jaka Wisesa sebagai Maharaja, apakah musibah atau berkah? Dua pertanyaan itu yang mungkin bisa terjawab di kemudian hari.

(tia/mmu)

Hide Ads