"Jika biasanya diadakan di beberapa kota dan dalam jenjang waktu yang lama tapi ini selama dua hari dan di Yogyakarta saja," ungkap penata program sekaligus inisiasi dari IDRF Gunawan Maryanto kepada detikHOT, Kamis (30/10/2014).
Meski sudah lima tahun penyelenggaran, tapi menurut Gunawan masih banyak pekerjaan rumah bagi IDRF. Di antaranya adalah membuat forum penulisan lakon atau menyelenggarakan workshop-workshop penulisan lakon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembacaan lakon akan menampilkan antara lain Komunitas Rendezvous yang berasal dari tongkrongan di sekitaran Yogyakarta, dan Komunitas Sego Gurih yang terdiri dari seniman kalangan alumni dan mahasiswa ISI Yogyakarta.
Berikut lakon-lakon pilihan di IDRF 2014:
Drama Rekonstruksi Rapat BPUPKI dan PPKI
Penyusun Naskah: Muhammad Anis Baâasyin
Penyelia: Heru Sambawa
Rapat BPUPKI pada 22 Juni 1945 melahirkan Piagam Jakarta (Djakarta Charter). Rapat ini dihadiri oleh sembilan anggota BPUPKI yang diberi mandat untuk mengajukan usulan undang-undang dasar negara. Mereka dikenal sebagai panitia sembilan. Semua dialog dan adegan dalam naskah ini merupakan kutipan tidak langsung, kutipan langsung, dan direka ulang dari naskah disertasi RM. A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004.
Liburan Seniman (1944)
Karya: Usmar Ismail
Suromo, seorang pengarang, setelah mendengar amanat Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno, menemukan apa yang selama ini dicarinya yaitu sebuah seni yang mengabdi pada amanat penderitaan rakyat. Sementara itu ada Rutaf, seorang pelukis yang selalu mengalami kegagalan. Ada juga Kadjiman, seorang sutradara film yang selalu dirongrong pemainnya.
Awal dan Mira (1949)
Karya: Utuy Tatang Sontani
Sebuah roman yang menceritakan kehidupan manusia-manusia yang cacat akibat perang revolusi sehingga menjadi badut hinaan manusia-manusia lain yang tak ikut berperang tapi mendapatkan keuntungan lebih banyak. Mengisahkan tentang perjuangan seorang pemuda bernama Awal untuk merebut cinta Mira seorang gadis cantik pemilik kedai kopi yang cacat fisik akibat perang revolusi. Karya ini mendapat penghargaan dari BMKN (Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional) sebagai naskah drama terbaik di tahun 1952.
Bung Besar (1957)
Karya: Misbach Yusa Biran
Bung Besar belajar politik pada Anwar, seorang anak muda yang cerdas yang tahu membaca situasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Istri Bung Besar, Sri Ayu adalah janda Letnan Nasir yang ia bunuh pada jaman perjuangan. Kisah revolusi ini menjadi semakin pelik dengan bumbu percintaan Anwar dan Sri Ayu juga munculnya arwah Letnan Nasir. Karya ini mendapat Hadiah Kedua Sayembara Penulisan Naskah Drama Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di tahun 1958.
(tia/mmu)











































