"Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku.. menghadapi kemerdekaan tanpa cinta.. kau tak akan mengerti segala lukaku.." (Kangen-WS Rendra)
Saat membacanya pertama kali, Nicolaus Edwin langsung jatuh cinta dengan kalimat yang ada dalam puisi tersebut. Setiap kata buatan Rendra memiliki pesan tersembunyi, ada rasa romantis bak pujangga tapi juga pilu.
Karena alasan tersebut, Nicolaus berani menggubahnya menjadi musik keroncong. Ia merupakan satu dari lima komposer muda yang ikut berpartisipasi dalam program Pekan Komponis Indonesia 2014 dengan tema 'Keroncong: Riwayatmu Kini" di TIM, Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lulusan Teknik Informatika Universitas Pelita Harapan (UPH) ini awalnya belajar musik di usia lima tahun. Ia mulai dengan electone (organ) dan berlanjut ke instrumen lainnya seperti gitar dan drum. Setelah lulus dari UPH, Nicolaus baru berani kuliah musik di Sjuman School of Music di tahun 2012.
"Di kuliah memang ada mata kuliah musik tradisional. Jadi memang project aku mau banget menggubah lagu-lagu tradisional," paparnya. Kesempatan dan ajakan dari Ketua Komite Musik DKJ Aksjan Sjuman agar Nicolaus mengikuti seleksi tak digubrisnya, ia langsung bersemangat dan memberikan rencana project gubahan menjadi musik keroncong.
"Rencananya saya akan bawakan gubahan puisi Rendra dengan saksofon. Padahal alat musik ini biasa dimainkan di jazz tapi ini malah di keroncong," ungkap pria 28 tahun ini.
Di pementasan 'Panggung Keroncong' Pekan Komponis Indonesia, Nicholaus akan membawa enam pemain ke atas panggung, yakni empat saksofon, flute, kontra bass dan satu orang vokalis. Tak hanya 'Kangen' WS Rendra saja yang digubahnya, namun Nicolaus juga akan membawakan 'Sepasang Mata Bola' karya Ismail Marzuki.
Sebelumnya, ia juga aktif mengikuti pendidikan non formal seperti Electone Class di Yamaha Music School (1993-1996) dan Saksofon di Lembaga Pendidikan Farabi (2009-2011). Penasaran dengan aksi dan gubahan Nicolaus Edwin? Saksikan di Pekan Komponis Indonesia, 23-26 Oktober 2014 di TIM.
(tia/mmu)