Lalu, dalam sekali entak, sosok yang hanya berkemeja dan bercawat itu berputar-putar di lantai dengan lengan kiri sebagai poros. Ferdalok kembali meraung seiring dengan putaran tubuh yang makin cepat.
Sang penari, Danang Pamungkas, juga menjadi koreografer pementasan ini, A Part of Passion, yang digelar di Galeri Salihara, 15 dan 16 Oktober 2014, bagian dari rangkaian Festival Salihara, 13 September hingga 22 Oktober 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perlahan dia duduk, menghidupkan kipas angin yang meniupkan rambutnya hingga menutupi sebagian wajah. Keduanya diam di posisi masing-masing. Yang satu di ketenangannya, yang satu menahan terpaan angin kuat di wajah. Dua diam yang berbeda. Danang kemudian menghilang ke belakang panggung, digantikan tiga penari lain, menandakan dimulainya babak kedua.
Dalam durasi satu jam, Danang, didukung empat penari lain, yakni Dewi Galuh Sinto Sari, Franscisca Yustiana Patrich, Fajar Prastiyani, dan Riyo Tulus Fernando, membawa penonton mencicipi berjenis-jenis pengalaman memendam rasa. Ada cinta, duka, kerinduan, kegembiraan, tapi tak ada yang boleh diekspresikan terbuka atas nama tata krama atau pertimbangan baik-buruk. Alhasil, hanya kegalauan yang menguap di udara, yang jelas tertangkap orang lain.
Jeda dalam waktu lama adalah salah satu langkah ekstrem Danang yang sebelumnya menghindari ke-diam-an. âAda momen penting dalam diam agar dapat melihat lebih jernih, lebih dalam,â ujar Danang seusai geladi resik, Selasa, 14 Oktober lalu.
Berita selengkapnya baca di sini.
(tia/tia)











































