Ariyanto (40) punya kesibukan baru yang cukup menyita waktu. Di sela rutinitasnya menjalankan tugas sebagai redaktur sebuah koran harian di Solo, kini ia harus wara-wiri ke gerai jasa pengiriman barang Wahana. Ia baru saja memulai bisnis baru: jualan buku dan majalah bekas via online.
Β
"Baru banget, masih tergolong yunior, baru mulai sekitar Lebaran kemarin," ujarnya saat ditemui di Starbucks Solo Paragon beberapa waktu lalu. Walaupun belum lama terjun, namun ia sudah punya banyak pengalaman seru yang bisa diceritakan.
"Kemarin nemu buku rapot tahun 1970-an, aku posting, eh langsung ada yang beli," tuturnya. Buku rapot yang dimaksudkannya adalah buku laporan nilai evaluasi anak sekolah. Dari situ, ia pun belajar memahami bisnis yang tengah dirambahnya itu. Bahwa tak hanya buku atau majalah, namun berbagai dokumen cetak, sejauh itu datang dari masa lalu, ternyata kini tengah diburu.
"Buku-buku Pram(oedya Ananta Toer) sih sudah bukan cerita baru lagi ya dalam hal ini. Yang mengherankan, buku atlas pun dilahap," katanya seraya mengembuskan asap rokoknya. Solo baru saja diguyur hujan. Duduk di sisi luar, udara dingin sesekali terasa menyerbu. Lantai masih basah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kata kuncinya itu harus sabar," ujarnya. Sabar untuk apa? "Untuk menemukan orang yang tepat!" sahutnya.
Aryanto hanya satu dari ratusan atau bahkan mungkin ribuan akun Facebook yang berjualan buku-buku lama. Mereka boleh dibilang merupakan generasi ketiga dari fenomena jualan buku online. Generasi pertama adalah website seperti kutukutubuku, inibuku, bukabuku, bukukita, bakulbuku, amartapura, homerianshop. Sedangkan generasi kedua adalah blog, sebut saja beberapa yang populer inibukubudi.wordpress, tsarindanbukulangka.blogspot, toko-bukubekas.blogspot.
Generasi ketiga yang berjualan di Facebook pun tak semuanya secara terang-terangan menggunakan akun yang bisa langsung dikenali sebagai pedagang buku. Seperti: Toko Buku Multatuli, Toko Buku Barokah, Kiosbukubuku Velodrom, Toko Buku Multatuli, Juragan Buku Pandean Lamper, Toko Buku Kafka, Penggiat Buku, Buku Merdeka, Parkiran Buku, Trisna Buku Tok II, Kios Buku Jadul, Jual-beli Buku Baru-bekas, Katalog Buku, Buku Bekas Layak Pakai, Kiosbukubuku, Jagad Jualan Buku, Lumah BookWarung, Buku Merdeka, Bangau Buku, Jual Buku Sastra, Toko Buku Sisyphus, Mbah Dimas Jual Buku.
Banyak di antara mereka, seperti Ariyanto, yang menggunakan namanya sendiri, sehingga bila belum berkenalan, orang tidak tahu bahwa akun tersebut jualan buku. Misalnya: Zakeus Singodrono Nugroho, Yohana Yasrin, Atha Rizq, Dodik Nugroho, Ribut Wijoto, Rien Milansi, Nurmahera, Budi Elang Semeru, Edmond Marcel. Atau, nama-nama lain seperti Lotus, Jejak Ratu Adil, Alaz Novel, Kitab Keabadian, Toko Lapangan Merah, Makaru Makara, Dilladoel Ventura.
Sudah lama Facebook menjadi tempat berjualan, dan itulah salah satu hal yang paling sering dikeluhkan oleh para pengguna jejaring tersebut. Namun, akun-akun penjual buku punya lingkaran sendiri yang guyup, tanpa ada yang merasa terganggu. Sebaliknya, mereka yang nge-add akun-akun penjual buku tersebut selalu menunggu-nunggu postingan terbaru berupa display buku-buku. Antara penjual dan pembeli (pelanggan) bahkan terjadi ikatan yang solid. Aryanto bercerita, ada salah satu pelanggannya dari Jakarta yang rutin meneleponnya, tak hanya untuk berbincang tentang buku dan arsip-arsip bersejarah, tapi juga ngobrol hal-hal lain.
Para pembeli yang loyal dan sudah menjadi pelanggan setia menghapali hari apa atau pada jam-jam berapa sebuah "lapak" --sebutan untuk akun penjual buku-- menggelar dagangannya alias mem-posting penawaran buku. Akun-akun itu sendiri biasanya memasang status yang berisi pengumuman bahwa, misalnya, satu jam lagi mereka akan mem-posting buku. Tidak semua jualan buku bekas atau langka, memang. Ada juga akun yang kerap menawarkan buku baru yang masih bersegel dan sedang beredar di toko buku.
Tapi, yang paling diminati dan diburu memang buku-buku bekas yang sudah tidak ada di toko-toko buku. Sebuah buku langka yang di-posting tak jarang menjadi rebutan. Umumnya, akun-akun tersebut tidak berjualan dalam partai besar. Stok mereka terbatas, satu buku untuk satu judul. Menariknya lagi, sesama pelapak atau penjual buku juga kerap saling memesan.
"Para penjual buku di Facebook itu kebanyakan memang sekaligus kolektor. Mereka tak akan menjual buku yang disayanginya kalau tak punya dobelannya, istilahnya begitu," kata Aryanto.
Selain fakta bahwa para penjual itu sekaligus kolektor, di antara mereka kebanyakan juga membuka kios buku di kotanya. Akun bernama Lapak Buku Tualang misalnya, memiliki "kios fisik" yang bisa dikujungi di Dago Atas, Bandung. Para pemilik akun yang berasal dari Yogyakarta kebanyakan juga pedagang buku "beneran" yang rajin membuka lapak di berbagai acara pameran buku. Sebagian dari mereka adalah mantan pengelola penerbitan dan penulis buku. Akun bernama Toko Buku Pantura misalnya, adalah Afhtonul Afif penulis buku 'Identitas Tionghoa Muslim Indonesia, Pergulatan Mencari Jati Diri' (Penerbit Kepik, Depok, 2012).
Selain di Bandung dan Jogja, akun-akun jualan buku di Facebook terkonsentrasi di kota-kota yang memiliki kampus seperti Surabaya, Malang, Solo, Jakarta, Semarang, Medan dan Aceh. Tapi, ada juga akun yang beralamat di kota kecil Batang, Jawa Tengah. Beberapa akun tampaknya sangat dihormati dan disegani karena telah memiliki semacam "brand" yang kuat, seperti Syech Prang (Aceh), Mijilnya Gieb (Jakarta), Andi Anang Firmansyah (Jakarta), Ikhsan Buku (Bogor), Kujang Press (Yogyakarta) dan Rio Jual Bukulamakuno (Solo).
Sedangkan para pembeli datang dari berbagai kota di seluruh penjuru Indonesia, bahkan dari luar negeri. Selain tentu saja para kolektor dan pecinta buku secara umum, mereka biasanya dari kalangan dosen, peneliti, sejarawan, wartawan, aktivis dan mahasiswa. Ariyanto berkisah, ia memiliki pelanggan yang unik, seorang juragan batako yang merupakan kolektor garis keras buku-buku Pramoedya Ananta Toer. Tak hanya dari Jakarta dan Solo sendiri, pelanggan Ariyanto kini juga datang dari Australia dan Malaysia. Itu terjadi setelah ia memperluas jangkauan buku-bukunya dengan membuka "lapak" di situs jualan online besar OLX.com. Namun, "rumah" yang utama tetaplah Facebook.
Lantas, bagaimana mekanisme jual-beli di Facebook? Sangat sederhana! Peminat tinggal membubuhkan "pesan" di kolom komentar di bawah foto buku yang di-posting. Pemilik akun akan segera merespons. Selanjutnya tukar-menukar nomer rekening dengan alamat pengiriman buku. Setelah uang ditransfer dan dikabarkan, penjual akan segera mengirimkan buku yang dipesan. Mudah, cepat, praktis! Silakan mencoba!
(mmu/mmu)











































