Jika dilihat sekilas memang tampak tak berbeda. Lukisan yang sebelah kanan berjudul 'Pahlawan Bali' karya S.Sudjojono dan dilukis tahun 1968. Sedangkan yang sebelah kiri berjudul 'Penari Arja' dan dibuat setahun kemudian.
Salah satunya adalah koleksi dari Oei Hong Djien dan terdapat di buku 'Lima Maestro Seni Rupa Modern Indonesia' halaman 90. Manakah lukisan asli dan palsu?
Menurut Ketua Perkumpulan Pecinta Senirupa Indonesia (PPSI), Budi Setiadharma karya-karya yang biasanya dipalsukan adalah milik maestro pelukis Indonesia. Misalnya, lukisan dari Affandi, S.Sudjojono, Hendra Gunawan, Soedibio dan sebagainya.
"Kelima karya maestro ini mudah untuk dipalsukan dengan berbagai cara," ujarnya di Galeri Nasional beberapa waktu lalu.
Pemalsuan lukisan ini seperti berada di bawah permukaan air dan tak hanya dilakukan oleh satu maupun dua orang saja, melainkan dibentuk oleh sebuah sindikat. "Yang melakukannya adalah sekelompok orang," kata Budi.
Kolektor seni rupa lainnya yakni Syakieb Sungkar mengatakan dirinya bersama tim dari PPSI pernah menelusuri asal lukisan palsu ini. Ia mendatangi para pemalsu dan sengaja ingin membelinya.
"Saya ingin membuktikan bagaimana kinerja mereka, cara memalsukannya bagaimana, harga yang dijual, dan siapa saja pemalsunya," ujarnya.
Pola kerja yang diterapkan oleh pemalsu lukisan adalah ada orang yang menirukan lukisannya sendiri, untuk tanda tangan maestro terdapat orang lain, kanvas agar seperti tua dan kusam ada sendiri yang memalsukan, dan penjualnya.
Ditambah lagi, kata Syakieb, art dealer yang memasarkan ke setiap kolektor pribadi ada kelompok tersendiri. "Semuanya terstruktur begitu rapinya. Kalau tidak jeli, para kolektor bisa tertipu. Makanya siapa pun yang ingin membeli harus hati-hati."
Hingga kini, kasus pemalsuan lukisan ini tak bisa diproses secara hukum. Selain soal Undang-Undang yang belum memadai namun juga ada kolektor yang tetap membeli meski sudah tahu itu palsu.
(tia/utw)