Di sana terdapat meja dan kursi kayu, lengkap dengan atribut khas warung mie instan. Serta rak plastik bersama mangkok dan gelas, plastik sampah berisi kemasan bekas kopi dan mie instan, juga televisi mungil. Ini adalah karya yang diberi tajuk 'Saran Penyajian' milik Arie Syarifuddin.
"Di mata saya praktek mereka mewakili pola Swatata," ujarnya kepada detikHOT di Ruang Rupa Selasa (6/5/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah jadi rahasia umum kalau orang Kuningan itu kebanyakan adalah penjual mie instan. Sampai sekarang pun saya enggak tahu sebabnya apa. Yang menarik adalah mie instan itu kan produk jadi yang dibuat untuk self-service."
Melalui karya ini, Arie mencoba menyusupkan propaganda anti-Chevron melalui warung-warung penjual mie instan. Caranya?
Ia menorehkan sentilan-sentilan soal kampanye penolakan di label botol kecap, saus sambal, tempat tusuk gigi dan di spanduk warungnya sendiri. "Ini saya lakukan untuk menguji seberapa jauh saya bisa mengutak-atik struktur sebuah praktik Swatata yang sudah ada."
Misalnya saja pada botol kecap, Arie mendesain labelnya sehingga tetap mirip dengan label botol kecap kebanyakan, namun ia tuliskan merk 'Saos Sambal Cap Lahar Cabe Geothermal'.
"Saya coba meretas warung mie instan, menyusupinya dengan masalah pembangkit listrik geothermal tadi," ujarnya. Di luar itu, ia juga menemukan bahwa di dalam warung seperti ini obrolan antar warga seringkali mengalir begitu saja.
Itu menjadi salah satu alasannya mengubah label pada botol kecap dan saos sambalnya. "Karena konsumen kan kalau makan pakai saos atau kecap, jadi supaya mereka melihat. Isunya menyebar dari situ, biar jadi bahan obrolan."
Perlu diketahui, karya Arie ini bukan hanya dipampang pada ruang pamer di Galeri Ruang Rupa. Dalam lingkup warga, botol-botol tersebut memang benar-benar ia susupkan di warung-warung mie instan.
"Kebetulan teman saya membuat kecap, buka usaha baru. Saya menawarkan dia untuk pakai label saya ini," jelasnya.
(ass/tia)











































