Don McCullin, Pengakuan Sang Pecandu Perang

Don McCullin, Pengakuan Sang Pecandu Perang

- detikHot
Selasa, 06 Mei 2014 14:34 WIB
Don McCullin, Pengakuan Sang Pecandu Perang
Dok: Wikipedia
Jakarta - β€œKita hidup di masa emasnya selebriti," ungkap sang pewarta foto kawakan Don McCulin dilansir dari BBC (5/04/2014). "Itu alasan mengapa kita tidak lagi melihat foto jurnalistik yang nyata.

Hari ini siaran surat kabar tak lagi tertarik pada tragedi atau drama, orang sekarat dan pengeboman." Menurut fotografer asal Inggris yang telah menginjak usia ke 78 tahun ini, jurnalistik kini lebih mengutamakan publikasi untuk fashion mewah dari Paris, bagaimana tren sepatu yang harganya mencapai ratusan dolar atau keluaran terbaru tas Prada.

Kalimat Don McCullin di atas mungkin terdengar kritis. Hampir setengah abad ia melemparkan dirinya pada risiko besar dalam menjalani profesinya sebagai pewarta foto. Dalam perjalanan hidupnya, ia merekam konflik yang terjadi di muka bumi.

Foto-fotonya yang seringkali hitam dan putih, menunjukan kebrutalan dan kekacauan akibat perang.
Di antara karya-karya fotonya yang menyayat hati, ia pernah memotret anak laki-laki albino berusia sembilan tahun, yang menggenggam sebuah kaleng makanan kemasan yang telah kosong. Foto ini ia ambi ketika berada di Nigeria tahun 1969.

Lebih dari 50 karya fotonya diorganisir oleh Marrakech Museum for Photography and Visual Arts, untuk dipamerkan dalam sebuah ruang pameran di El Badi Palace, Moroko.
"Aku tidak memilih fotografi, aku dipilih olehnya," katanya. Don tumbuh dan besar di kawasan Finsbury Park, saat hengkang dari sekolah di usia 14 tahun. Ia merasa bahwa fotografi bisa membantunya dari kekerasan yang harus ia hadapi setiap hari di kawasan tempat tinggalnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia pun pergi ke Berlin tahun 1961 untuk mendokumentasikan penghancuran tembok pembatas di sana. Kemudian ia semakin yakin, jalan hidupnya adalah untuk meraih berita foto terbaik.

"Kenapa tidak meliput berita paling penting di dunia jika kamu bisa berada di sana?" Ia pun menceritakan bahwa bahaya yang ikut menghantuinya di medan tempur bukan hambatan. Don merasa ia punya insting alamiah untuk bisa bertahan dalam bahaya. Konflik di Kongo, Biafra, Vietnam, Lebanon, hingga Kamboja pun sudah ia lewati.

"Ini sangat gila, aku merasa menjadi seorang pecandu peperangan." Beberapa kali ia mengalami luka-luka ketika memotret, namun ia tak merasa ada hal yang harus ia keluhkan, karena toh ia masih bertahan hidup, sementara beberapa rekannya tak bisa menghindari ajal.

"Menurutku, sangat penting untuk pergi ke sebuah tempat dari waktu ke waktu. Namun dengan kepala dan hati yang terbuka. Kamu tidak pergi ke sana karena kamu fotografer. Kamu pergi ke sana untuk kembali dan mengubah opini masyarakat," jelasnya.

Ia melanjutkan ceritanya, di mana ketika melihat ratusan anak-anak tengah sekarat, dan menentukan ia berada di pihak mana, itu menjadi alasannya untuk tak gentar.

"Tapi jika kamu melihat penderitaan semacam itu dan tidak merasakan apa-apa, maka kamu tidak seharusnya berada di sana." Setelah bertahun-tahun melihat langsung perang dan menangkap tiap momentum di dalamnya, Don McCullin merasa ia harus berhenti.

Kemudian ia mulai mengambil gambar dari pemandangan di pedesaan Eropa dan beberapa wilayah lain."Aku adalah fotografer, dan aku senang dengan sebutan itu. Aku juga melihat diriku sebagai orang yang merekam sejarah. Jadi aku bukan reporter, aku adalah orang yang merekam waktu dan kejadian."

(ass/utw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads