"Pelukisnya gila, pembelinya gila juga karena mau-maunya membeli lukisan seperti itu dengan harga mahal." Kalimat dari majalah itu yang paling dikenangnya hingga kini.
"Lucunya sampai sekarang saya suka meniru-niru gaya Picasso dalam bentuk sketsa kalau lagi bosan berada di rapat," katanya di Serambi Salihara pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari situ, gaya lukisan kubisme dan surrealisme membawanya pada kenangan masa kecil bersama ayahnya. "Tapi saya termasuk orang yang gonta ganti menyukai gaya seni lukis," kata Syakieb menjelaskan.

Awalnya, Syakieb menyukai lukisan Bali yang unik dan tiada duanya di dunia. Setelah tujuh tahun bekerja dan perekonomiannya mulai mapan, ia mulai mengumpulkan lukisan.
"Saya suka mampir ke Ubud dan mengunjungi studio seniman Bali seperti Wiranata, Budiana, dan Nyoman Kayun," jelas Syakieb.
Hingga kini, ia masih menyimpan lukisan Bali di kediaman pribadinya yang terletak di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Ia mengaku sudah memiliki sekitar 300-an lukisan.
Tak hanya lukisan Bali, tapi juga karya Mazhab Bandung, seni rupa kontemporer dan akhirnya mengoleksi karya Old Master dan Mooi Indie. Pada 2006 hingga 2008, Syakieb mulai menjual sebagian lukisannya di balai lelang. Salah satunya adalah karya Old Master seperti Affandi dan Hendra Gunawan.
(tia/utw)