Lahir dan besar di pantai utara Jawa Tengah dan kini berdomisili di Yogyakarta, membuat pasangan seniman Indieguerillas selalu membuat karya sarat dengan kebudayaan Jawa. "Termasuk wayang," ujar Santi Ariestyowanti kepada detikHOT.
Wayang sudah menjadi atmosfir besar yang melingkupi kehidupan mereka sehari-hari. Santi mengatakan baik dirinya maupun suaminya Miko Bawono tidak bisa lepas dan mengingkari konteks tersebut.
Bagi mereka, wayang diumpamakan sebagai narasi tentang kehidupan manusia. "Kami lihat sebagai bentuk yang pas dengan karya-karya Indieguerillas yang menyoroti tentang kehidupan sehari hari."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama perjalanannya hampir 15 tahun tersebut, Indieguerillaz selalu ingin menyampaikan pesan yang sederhana dalam karyanya. "Kami tidak menghasilkan karya dengan tema utopis maupun yang bertitik tolak dari kegelisahan personal dengan perspektif sempit atau selfie," ujar wanita kelahiran 1977 ini.
Serta tidak bersinggungan dengan kepentingan maupun isu-isu kolektif di masyarakat. Selama pencarian identitas, Indieguerillas tidak terlepas dari proses mengajukan berbagai pertanyaan dan bersikap skeptis.
Serta terinspirasi dari seniman besar Indonesia. Mereka adalah Hendra Gunawan, Djoko Pekik, Heri Dono, Agung Kurniawan, Eddie Hara, Agus Suwage hingga para seniman muda seperti Mufti Priyanka atau Restu Ratnaningtyas.
Kini, anggota studio Indieguerillas yang terdapat di Sleman, Yogyakarta sedang menyiapkan pameran bersama terbarunya pada bulan ini di Dia Lo Gue, Kemang yang diadakan oleh Center for Art and Design Surya University. Judulnya 'Arbotics' yang mencoba memasukkan unsur robotik atau kinetik ke dalam satu kesatuan karya.
(tia/utw)