Dalang Wayang Suket Ini Ibarat Adipatikarna dalam Mahabharata

40 Hari Slamet Gundono (4)

Dalang Wayang Suket Ini Ibarat Adipatikarna dalam Mahabharata

- detikHot
Senin, 17 Feb 2014 11:52 WIB
Jakarta - "Ayah biologisnya adalah Ki Suwati. Ayah religiusnya adalah Kiai dan ayah-ayah lainnya," ujar Goenawan Mohamad di komunitas Salihara, Kamis pekan lalu.

Menjadi anak seorang dalang ternama yang tak pernah berada di rumah membuatnya merasa kesepian dan mencari ayah lainnya di hidupnya. Banyak ayah yang mengajarkan arti dari perjalanan dan bagaimana berkesenian.

"Ia menganggap dirinya adalah Adipatikarna, karena itu Gundono bertahan," ujar Supriyatno Yayat. Ya, ungkapan ini juga dikatakannya dalam petikan film dokumenter tentangnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengapa? Menurut Yayat selama ini tokoh dalam pewayangan yang dikenal dan dianggap baik adalah Arjuna. Namun tidak bagi Gundono.

"Karena Karna adalah orang yang dibuang, padahal sebenarnya ia saudara Pandawa dan satu ibu dengan Arjuna. Sama-sama belajar berjuang," kata Yayat.

Dalam kisah Mahabharata, Karna dibuang oleh ibunda Pandawa yakni Kunti ke sungai. Lalu ditemukan oleh seorang kusir kereta Kerajaan Hastinapura dan mengasuhnya seperti anak sendiri.

Ia bersama 11 saudaranya, anak dari Ki Suwati dan Sumarti selalu merasa bangga karena nama harum ayahnya. Ki Suwati merupakan seorang tokoh di Tegal dan sangat darmawan.

Setelah ditinggal ayahnya, Gundono dibesarkan oleh sosok yang dihormatinya yakni Saleh dan ibu bernama Sukarwi. Ia menyebutnya ayah psikologis.

Ia menamatkan sekolah dasarnya di Slawi dan melanjutkan di SMPN 1 Slawi. Lalu masuk ke Madrasah Aliyah Negeri Babakan, Lebak Siu, Tegal, dan mondok di pesantren hingga lulus. Di sana, ia dibesarkan oleh Pak Kiai yang membawa perubahan dalam hidupnya.

"Ia mulai belajar wayang. Dari tadinya yang merasa wayang bukan termasuk dalam agama Islam. Tapi pikirannya berubah," ujar Goenawan.

Berbagai pementasan sudah dilakoninya, dari satu daerah ke daerah lainnya. Jika harus ke luar kota maupun ke luar negeri guna mempromosikan wayang suket, ia sampai harus duduk di dua kursi.

Kepiawaiannya dalam bertutur membuatnya kian terkenal. Tak hanya menggunakan rumput, namun Gundono juga kerap menggunakan obyek lainnya untuk figur seperti batu, cangkang kerang, dan sandal.

Iapun sudah menerima beberapa penghargaan. Di antaranya adalah penghargaan Prince Clause 2005 atas jasanya mengembangkan seni tradisional dengan mengadaptasi gaya modern.

(tia/utw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads