Namun, pria yang akrab disapa Yayat ini mengatakan jika pendokumentasian filmnya karena jasa dan dukungan dua orang berinisial 'Gun'. Mereka adalah Goenawan Mohamad dan Mohamad Guntur Romli.
Perkenalan Yayat dengan Slamet Gundono dimulai ketika Teater Utan Kayu, Jakarta Timur masih ada. Di sana, Supriyatno Yayat mulai mendokumentasikan pentas wayang suketnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, "Saya diajak oleh Gundono untuk tinggal bersamanya di sanggar selama 10 hari lamanya," ujar Yayat.
Atas ajakannya itulah, semangatnya membuat film dokumenter tentang seniman wayang suket ini menggebu. Ia memberi judulnya 'Gundono adalah Sebuah Kejadian'. Mengapa?
Yayat mengatakan dirinya terinspirasi ketika membaca catatan pinggir Goenawan Mohamad di Majalah Tempo pada 23 Februari 2009 silam. Saat itu, Goenawan menyebutnya demikian.
"Di film itu saya dibilang enggak fokus karena mau menceritakan banyak hal. Saya mau cerita apa, jadi terlalu banyak yang mau dibikin," kata pria lulusan Jurnalistik Universitas Padjajaran 1991 silam ini.
Yayat yang dulunya menjadi wartawan di KBR68H ini menceritakan jika ada tiga aspek dalam filmnya. Mereka adalah sosok Gundono, pentas 'Cebolang Minggat' di Salihara hasil kolaborasi dengan Elizabeth D. Inandiak, dan Gundono dalam tradisi Jawa.
Film yang berdurasi 22 menit ini diputar di berbagai kota tanah air yang ikut memperingati 40 hari wafatnya Gundono. "Mungkin ini menjadi satu-satunya film dokumenter tentang Gundono. Soalnya yang diputar selalu film ini," ujarnya.

(tia/utw)