Pasangan seniman muda Irwan Ahmett dan Tita Salina misalnya. Pasangan yang saat ini lagi residensi di Jepang itu, punya rumah dengan penataan yang cukup unik di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Bukan hanya menyisipkan unsur-unsur seni ke dalam bangunan dan penataan rumah, sejoli ini juga mampu menghadirkan pemandangan yang berbeda di lingkungan rumahnya. Bagaimana pasangan ini memaknai rumah dan memasukkan jiwa seni mereka dalam penataan rumah? Simak paparan detikHOT berikut ini.
*****
Ada dua kata yang pantas disandangkan pada rumah pasangan seniman muda Irwan Ahmett dan Tita Salina. Yakni, simpel tapi unik dengan caranya sendiri. Dengan diapit rumah-rumah beratap tinggi rumah Irwan ini jadi terlihat berbeda dengan penataannya yang tidak konvensional.
Jika rumah-rumah lain punya penampakan muka yang berliku dan berkelok, dan sebagainya, hal itu tak akan bisa ditemui di rumah Irwan-Tita.
Rumah pasangan ini, bentuknya kubus saja dengan atap yang rata. Pagarnya putih yang rendah, dan secara keseluruhan banyak dominasi garis-garis yang simetris.
Rumah dengan luas tanah 167 meter dan luas bangunan 200 meter ini, sudah menjadi kediaman mereka sejak tahun 2006 silam. Hal unik yang langsung mencuri perhatian adalah tembok bagin depannya.
Disana berjejer bambu-bambu yang menghiasi keseluruhan bagian tembok depannya. Tapi jangan bayangkan rumah gaya Sunda dengan banyak bambu berdiri vertikal.
Bambu ini ditata rapi secara horizontal pada sebuah rangka besi, menutupi keseluruhan bagian tembok depan. Jadi, jangan heran bila Anda tak menemukan jendela atau pintu di bagian tengah rumah.
Irwan Ahmett sendiri menjelaskan apa maksud penggunaan bambu tersebut. "Fungsi bambu dalam bangunan kami seperti sebuah wajah," ujarnya kepada detikHOT melalui surat elektronik (5/2/2014).
"Atau bisa juga seperti yang disebut oleh arsitek sebagai pori-pori atau secondary skin, dimana secara transparan deretan bambu akan menambah unsur estetik karena penggunaanya yang ditempatkan secara presisi."
Ya presisi merupakan kunci yang awam pun pasti menyadarinya. Bambu-bambu itu tampak dipotong dalam ukuran yang sama persis, kemudian seperti dianyam pada kerangka besi yang dijejali rentetan bambu tadi secara zig-zag.
Ini ternyata dilakukan juga untuk memberi efek optis, maksudnya? "Pemilihan ukuran bambu dan ukuran serta penempatan benar-benar diperhitungkan dengan baik. Agar dari luar orang akan sulit untuk dapat melihat ke dalam, tetapi orang yang didalam dapat dengan mudah melihat apa yang ada diluar. Penempatan yang tepat menghasilkan efek optis yang berbeda."
Efek yang diberikan bambu tadi tak hanya mendominasi estetika bagian luar rumah, karena ini juga berpengaruh besar pada bagian dalam rumah. Memasuki rumahnya, ada kesan terang dan transparan, dan ternyata ini karena dari dalam rumah, si bambu-bambu tadi sama sekali tak menghalangi pandangan keluar rumah.
Ini juga membuat sinar matahari yang masuk cukup banyak untuk menerangi bagian dalam rumah. "Kesan transparan membuat ruangan kami selalu mendapatkan penyinaran yang cukup pada waktu cuaca mendung sekalipun."
Warna bambu yang mulai berwarna coklat tua ini, juga menjadi menarik karena dipadukan dengan warna putih pada besi yang menjadi rangka sekaligus warna hijau yang berasal dari rumput serta pohon bambu dan tanaman rambat di sekujur tembok pekarangannya.
Pekarangannya yang minimalis ini, sering dimanfaatkan Irwan dan Tita untuk acara berkumpul dengan teman. Biasanya ia menambahkan lampu-lampu gantung untuk menambah penerangan ketika acara makan-makan di luar ruangan itu dilakukan pada malam hari.
(ass/utw)