"Ini juga yang menjadi salah satu kesulitan kami. Wajah Wiji Thukul enggak banyak seperti Munir," kata pendiri Komunitas Serrum, Arief Rachman kepada detikHOT akhir pekan lalu.
Lantas apa yang dilakukannya untuk mendapatkan visualisasi potret Wiji Thukul? Awalnya mereka melakukan riset terlebih dahulu dan brainstroming kepada pihak Barisan Pengingat.
"Kita tanyakan apa yang mau diangkat dulu. Secara fisik gambar dia jarang ada. Karena enggak semua warga Jakarta dan perupa yang kenal dia juga," katanya.
Setelah riset dan melakukan diskusi, kemudian teks yang sudah dipilih tim Barisan Pengingat ke enam tim lainnya. Masing-masing sudah memegang visualisasi yang sudah disetujui.

Baru pada dua hari ketika dini hari tersebut mereka mengerjakannya. Idealnya membuat karya seni ini, kata Arman, maksimal lima jam.
Tapi itu semua tergantung dari besar bidang tembok yang digarap dan rencana visualisasinya. "Ditambah kalau lagi hujan, itu juga menambah," kata Arman.
Maka komunitas Serrum bersama dengan beberapa wadah kreativitas perupa lainnya membuat apresiasi sosok Wiji Thukul yang sangat bagus sekali. Mulai dari gaya pop art yang catchy dipandang, ada yang membara, sampai mural bergaya realis di seberang Cilandak Town Square.
"Ini semua yang memilih mereka. Kami dibebaskan oleh Barisan Pengingat," jelasnya. Hingga kini mural Wiji Thukul dan satu mural Rendra berdiri dengan gagah dan indahnya di setiap sudut tembok ibukota.
(tia/utw)