Komunitas Tas-Tas, Buat Mural Wiji Thukul Jadi Pop Art

Dinding Berpuisi Wiji Thukul (4)

Komunitas Tas-Tas, Buat Mural Wiji Thukul Jadi Pop Art

- detikHot
Rabu, 05 Feb 2014 12:02 WIB
Komunitas Tas-Tas, Buat Mural Wiji Thukul Jadi Pop Art
Jakarta - Dua pekan lalu, ketika orang-orang sudah tertidur lelap, tim dari komunitas Tas-Tas bergegas membawa perlengkapan mural menuju underpass Dukuh Atas. Di sana mereka sudah disiapkan lapak tembok yang diijinkan untuk membuat mural Wiji Thukul.

"Kami butuh waktu membuatnya dari 4 sampai 5 jam lamanya," ujar mahasiswa jurusan Seni Rupa UNJ Angkatan 2010, Dado kepada detikHOT.

Ia sudah menyiapkan warna untuk visualisasi sosok Wiji Thukul berserta penggalan teks syair yang sudah dipilihkan oleh Barisan Pengingat. Dari dini hari hingga matahari kembali terbit.

Hasilnya? Sebuah mural berwarna cerah dan identik dengan ciri khas pop art terpampang di sana. Gambar penyair Wiji Thukul sedang berada di depan mikrofon dan berorasi diperlihatkan oleh mereka.

Di sampingnya terdapat teks syair berbunyi, "Jangan kau penjarakan ucapanmu. Jika kau menghamba pada ketakutan. Kita akan memperpanjang barisan perbudakan."



Mural di titik ini berbeda dibandingkan mural lainnya. Pasalnya ia lebih banyak warna, cerah, dan eye catching bagi siapa saja yang melewatinya.

"Karakter pop art memang muncul di mural. Itu juga sesuai dengan karakter perupa di komunitas kami," katanya.

Menurut pendiri komunitas Tas-Tas, anggotanya lebih menyenangi membuat gaya pop art dalam setiap karyanya. Meski di awal berdiri tiga tahun lalu, mereka selalu bermain gaya realis dan teks.

"Tapi sejak tahun kemarin kami konsisten buat pop art. Alasannya pop art itu gampang ditiru dan enak dilihat masyarakat," ujar Dado.

Warna warna terang ini selalu dibuatnya dalam setiap event. Di antaranya saat Pekan Produk Kreatif Indonesia, Birocrazy, dan sebagainya.

Komunitas ini mempunyai singkatan Tim Artistik Slow (Tas)-Tanpa Asal-Asalan (Tas) juga mempunyai project tiap akhir tahun bersama Serrum. Mereka gowes bersama dan membuat mural maupun grafiti di beberapa titik di kota Jakarta.



Serta ikut berpartisipasi dalam Dinding Berpuisi. Selama pembuatan hampir 5 jam tersebut, Dado menceritakan jika kesulitan jika menjelang pagi. "Kawasan underpass di sana kan ramai sama pekerja kantoran. Setengah 6 saja sudah macet dan banyak mobil," katanya.

Namun, untungnya saat itu tinggal finishing mural Wiji Thukul saja. "Jadi enggak butuh waktu lama lagi untuk nyelesain."

Pengalaman bekerja di dini hari dan harus menyelesaikannya sebelum warga beraktivitas, menjadi salah satu keunikan dari seorang seniman street art. "Kami tahu risiko pekerjaan dan gimana jadi seniman mural tapi itu semua enggak ada masalah."

(tia/ass)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads