Selain filmnya 'Chocolate Comedy' yang mendapat kesempatan di putar di International Documentary Film Amsterdam, November lalu, pada 2012 filmnya berjudul 'Payung Hitam' pernah diputar di Salaya Bangkok Film Festival dan Flying Broom International Women's Festival di Turki.
Sementara film fiksinya, 'Purnama di Pesisir' juga pernah mendapat Special Jury Mention Award di Rome Independent Film Festival. Ini juga diputar di Sydney dan Melbourne, Australia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak banget harta karun di Indonesia yang belum terekspos, orang-orang luar melihat banyak sekali isu yang bisa diambil, kita kekurangan orang untuk mengarahkan kesitu," ujarnya kepada detikHOT (09/12/2013).
Menurutnya, kadang orang Indonesia mudah terlena dengan euforia sebuah kejadian dan membahas momen yang sedang menjadi tren saja.
"Kita enggak melihat esensi untuk konsisten di suatu isu, atau menelaah sebuah isu. Padahal kita bisa membahasnya dari berbagai sudut pandang," kata Ilun.
Dalam film-film yang ia buat pun, perempuan kelahiran 3 Desember 1986 ini lebih suka melihat tokoh utama dalam film memiliki beberapa sudut padang.
Ini ia tujukan agar penonton bisa lebih objektif dalam menilai tokoh di filmnya, dan ia tidak ingin terjebak pada romantisme tokoh utama. Isu yang sering ia angkat tentunya isu sosial, seperti kisah ibu yang anaknya hilang saat masa reformasi di film Payung Hitam.
"Saya selalu suka sama hal yang awalnya indvidual, sangat humanis lalu punya imbas ke berbagai lapisan di masyarakat. Seperti film V Talks juga, kegelisahan satu orang individu tapi bisa mewakili problem banyak orang."
Indonesia dikatakan sebagai harta karun juga karena ada banyak sekali kejadian unik dan menarik baik dalam konteks urban maupun di pedalaman.Perkembangan film dokumenter di Indonesia menurut Ilun semakin tahun, semakin banyak peluang yang terbuka.
Kini ada banyak festival yang mendukung kegiatan itu. "Dokumenter itu belum sebanyak fiksi di Indonesia, tapi di dokumenter ini ada banyak ruang yang bisa kita pakai untuk ikut festival," katanya menjelaskan.

Dengan rajin ikut festival dan membuat perkembangan film dokumenter semakin pesat, kita sebenarnya membuat penonton dan pecinta film di kalangan internasional semakin penasaran dengan negeri ini.
"Mereka biasanya mau memberikan dana untuk kita terus produksi, karena mereka juga tahu kalau Pemerintah kita enggak peduli."
Menurutnya, film dokumenter Indonesia masih berada di tahapan janin. Namun ini harus tetap tumbuh dengan sehat, karena ada banyak nutrisi berupa kesempatan loka karya dan festival.
(ass/utw)