Dengan acara ini Prancis dianggap telah mengabaikan permintaan tertulis dari Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk menunda acara tersebut. Setidaknya hingga sengketa selesai antara badan lelang dan suku Hopi dan Apache San Carlos. Pada awalnya direncanakan perwakilan kedua suku akan hadir untuk mengidentifikasi artefak yang kontroversial itu.
Perwakilan dua suku ini juga akan menyelidiki apakah topeng-topeng tersebut termasuk dalam beberapa artefak yang dilindungi berdasarkan peraturan dari pertemuan UNESCO tahun 1970 eksport dan pemindahan tempat dan kepemilikan kekayaan budaya. Tak hanya Amerika Serikat, Prancis sendiri sebenarnya juga menandatangani perjanjian taun 1970 itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanpa menjelaskan lebih lanjut rumah lelang tersebut menyatakan sudah punya perjanjian tertulis dengan suku Apache San Carlos bahwa topeng itu termasuk dalam perdagangan altar suku Zuni, dan sejumlah patung suku asli Amerika.
Topeng-topeng yang disebut Katsinam itu adalah topeng wajah berdesain sureal yang terbuat dari kayu, kulit dan bulu kuda. Tak seperti barang seni lain yang diperdagangkan, suku Hopi berargumen, Katsinam adalah bagian dari upacara pemakaman dan mewakili jiwa leluhur mereka. Karenanya harus dipelihara dan diberi makan layaknya manusia hidup.
Namun akhirnya semua barang antik itu terjual juga Senin lalu. Salah satu topeng dengan hiasan bulu gagak terjual seharga 100 ribu Euro ($136 ribu) atau sekitar Rp 1,6 miliar. Topeng lain yang terjual lewat lelang via telepon laku 31 ribu Euro ($42,3 ribu) atau sekitar Rp 507 juta.
Pierre Servan-Schreiber, pengacara suku Hopi di Prancis berhasil membeli kembali satu topeng senilai 13 ribu Euro ($17,7 ribu) atau sekitar Rp 212 juta.
***
Pekan lalu suku Hopi sempat mengajukan rumah lelang ke pengadilan dengan pengaduan merasa sangat tersinggung akan penggunaan topeng suci sebagai barang dagangan.
Mereka kalah karena di Prancis tidak memiliki hukum yang melindungi masyarakat asli.
Karenanya Kedutaan Amerika untuk UNESCO, David Killion meembuat surat terbuka untuk Prancis tentang kasus Hopi ini. Sayangnya UNESCO pun tak bisa berbuat banyak, kecuali ada surat resmi dari pemerintah Amerika Serikat.
Ini sebenarnya bukan kasus baru. Bulan April lalu pengadilan Prancis juga sudah melegalkan pelelangan yang sama. Saat itu sekitar 70 topeng Hopi terjual dengan total $1,2 juta atau sekitar Rp 14,4 miliar, meski protes terus diserukan pada pelelangan itu dari pemerintah Amerika dan aktor Robert Redford yang peduli akan masalah ini.
Suku Hopi yakin topeng yang diperkirakan berasal dari akhir abad 19, dan awal abad 20 itu diambil secara ilegal dari reservasi di Arizona utara. "Yang mengejutkan aku adalah masyarakat Hopi, diminta membuktikan topeng-topeng memang milik mereka, " kata Maria White, kordinator LSM Idle No More dan anggota suku Kogui di Colombia. "Bagaimana Anda yakin barang-barang ini diambil secara legal? Sudah pasti ini dicuri."
(utw/utw)