Pria asal Soweto itu adalah fotografer favorit Mandela yang telah mendokumentasikan kehidupan Mandela dan keluarga selama 60 tahun hingga Kumalo meninggal pada 2012 lalu.
Cuma Kumalo yang punya dokumentasi lengkap perjuangan Winnie selama Mandela dipenjara, atau foto-foto pertumbuhan dua putri Mandela, Zenani dan Zindzi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai seorang ayah, Mandela hanya bisa mengobati luka hatinya tak bisa melihat pertumbuhan anak-anaknya lewat foto-foto Kumalo yang dikirimkan Winnie, istrinya ke penjara di Pulau Robben.
"Mandela memintaku untuk membuat foto, dua kali setahun, setiap enam bulan sekali yang menggambarkan kondisi anak-anaknya," kata Kumalo suatu hari seperti dikutip The Telegraph dari buku '8115: A Prisoner's Home' karya Alf Kumalo dan Zukiswa Wanner.
Buku ini rencana akan diterbitkan pada yang akan diterbitkan kembali pada awal 2014 mendatang.
"Biasanya aku akan menyerahkannya pada Winnie untuk membawanya ke penjara. Lalu dia akan terus menerus memandangi foto yang kubuat itu."
***
Tapi ada saat ketika Kumalo tak lagi berada di sekeliling keluarga Mandela selama kurang lebih setahun. Maka kiriman foto anak-anak untuk Mandela-pun berhenti.

Saat itu Kumalo memilih pindah ke Amerika Serikat. Di negeri itu Kumalo mendapat subyek foto yang saat itu lebih populer dibanding Mandela. Yakni: Muhammad Ali
"Ketika aku kembali, istri Mandela bertanya, mengapa aku lama tak mengiriminya foto lagi?. Jadi aku memberinya satu fotoku bersama Muhammad Ali," kata Kumelo.
"Foto itu jadi foto paling terkenal di penjara Mandela. Saat itu mereka mulai mengenalku dan menyapaku 'Hei, kau kan yang berfoto bersama Muhammad Ali?"
***
Kumalo mengawali karir sebagai fotografer pengadilan saat dia bertemu dengan Mandela pada tahun 1950-an. "Saat itu Mandela sedang membela seseorang dan saat itu aku masih punya ambisi menjadi pengacara juga," kata Kumelo.
"Jadi, melihat seorang pengacara berkulit hitam, berpakaian necis dengan perawakan tinggi gagah sangatlah membuatku terkesan."
Kumelo merasa sangat nyaman saat berkenalan dengan Mandela. Tapi profesi sebagai pengacaralah yang membuat Kumelo menaruh hormat pada Mandela.
"Bukan karena kemudian dia menjadi politisi, saat itu dia juga belum terlalu dikenal orang. Dia sama sekali tak terkenal."
Dalam bukunya itu Kumelo juga membuka kembali beberapa kejadian semasa perjuangan anti-apartheid di Afrika Selatan. Dia pun mengalami masa pelecehan, interogasi polisi dan keluar masuk penjara.
"Namun pembantaian The Sharpeville (tahun 1960) lah yang paling mengerikan," katanya.
"Tak pernah ada kejadian mayat manusia bergelimpangan dimana-mana. Aku ingat, keesokan harinya aku berharap itu cuma mimpi buruk, bukan aku melihat sendiri."
"Tapi aku tak bisa. Kejadian itu sangat buruk. Tapi ternyata itu titik balik politik Afrika Selatan."
***
Dengan kepercayaan Mandela, Kumalo menikmati akses ke Mandela tanpa saingan saat dia dibebaskan pada tahun 1990. Kumalolah yang mendapat kehormatan untuk mengabadikan kunjungan rekonsiliasi pertama Mandela ke Betsy Verwoerd, janda arsitek apartheid, Hendrik Verwoerd.
"Aku berharap ini jadi warisan yang diingat orang. Sebab mengapa orang menyebut negara kami sebagai keajaiban, karena ada Mandela," kata Kumelo.
Kumelo bercerita, Mandela sudah tak dipenuhi kemarahan saat keluar dari penjara. Lebih banyak memahami juga. "Anda tahu semakin orang dewasa dan bertambah tua, mereka jadi semakin lembut. Banyak politisi juga demikian."

Kumalo yang masih terus bekerja di usianya yang memasuki 80-an sebelum meninggal mengatakan,"Mandela itu penuh humor. Tiap kali bertemu dia selalu bertanya kapan aku akan pensiun, karena jika mungkin dia ingin aku memberinya pekerjaan."
Atau saat Mandela dan Winnie pergi ke Botswana dengan bersama beberapa orang, seorang wartawan berusaha mengulik jawaban tentang apa yang paling sering dilakukan Mandela saat dalam penjara.
"Wartawan itu bertanya apa yang paling sering dipikirkannya. Mandela bilang,"Well, seandainya saja wanita ini tak berada disini, aku pasti akan memberitahumu'," kata Kumelo.
(utw/fip)