Rumput Taman Kota Tak Boleh Diinjak: Salah!

Mendesain Ruang Hijau Kota Yang Ideal (2)

Rumput Taman Kota Tak Boleh Diinjak: Salah!

- detikHot
Kamis, 24 Okt 2013 12:01 WIB
Ada perbandingan ideal antara bebatuan dan rerumputan. (Astrid Septriana /detikHOT)
Jakarta - Pernah melihat papan pengumuman, "Rumput Jangan Diinjak!" di taman-taman kota? Nah, ini adalah salah satu salah kaprah yang terjadi di masyarakat kita.

Karena jika ingin masyarakat meramaikan taman kota maka larangan ini bakal membatasi gerak mereka. Orang hanya diarahkan untuk memadati wilayah berbatu. Duduk atau rebahan di hamparan rumput taman hanya akan menjadi mimpi semata.

Nirwono Joga, sang pengamat Tata Kota dan Koordinator Green Map Indonesia malah punya pandangan berbeda. Menurutnya rumput merupakan karpet alami dan boleh untuk kita injak, sebagaimana hewan-hewan liar juga menginjaknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



"Rumput itu harus diinjak malah, ini adalah karpet alami. Aku malah enggak setuju kalau rumput tidak boleh diinjak. Bagaimana mau piknik?" ujar Nirwono saat ditemui di Festival Taman Kota, di Taman Cattleya, Jakarta Barat.

***

Tanpa larangan menginjak rumput, justru akan lebih banyak kegiatan bisa dilakukan. Rumput juga berfungsi sebagai resapan air, yang menjawab salah satu fungsi dari taman.

Nah, ternyata menurut Nirwono untuk desain taman khususnya taman kota ada perbandingan ideal untuk bebatuan dan rerumputan.

"Sebuah taman itu, idealnya tidak lebih dari 30 persen yang dijadikan wilayah perkerasan, 70 persennya itu harus tanaman, baik rumput, semak, dan lain-lain. Agar fungsi taman sebagai daerah resapan air, tidak hilang."

Untuk pohon, menurut Nirwono idealnya taman di Jakarta memiliki pohon peneduh, yang memiliki bentuk fisik besar. Dengan pohon besar ini, ekosistem, hewan liar dan tanaman lain juga akan ikut hidup.

"Selain itu, Jakarta kan termasuk wilayah tropis jadi keberadaan pohon mutlak adanya," kata Nirwono.

***

Taman kota bukan sekadar tanah lapang. Taman idealnya memenuhi delapan indikator sebagai tempat yang ramah lingkungan.

"Indikator pertama adalah green open space, artinya 70 persen dari desain taman harus berupa tanaman. Kedua adalah green waste, maknanya sampah taman harus bisa diolah kembali," kata Nirwono.

Indikator lainnya adalah adalah air yang jatuh ke taman harus bisa terserap semua ke tanah dan tidak terbuang percuma.



Indikator yang cukup penting adalah green transportation. Artinya, menuju ke taman seyogyanya bisa dicapai orang dengan jalan kaki, naik sepeda atau transportasi publik saja.

Indikator lain adalah soal energi seperti penggunaan lampu taman dengan tenaga surya, dan green building, dimana pos-pos penjaga, juga toilet di taman itu harus menerapkan prinsip ramah lingkungan.

Yang terakhir adalah green community, ini merupakan sebuah wadah mengedukasi warga untuk membangun budaya bertaman dengan memanfaatkan taman untuk hal-hal positif.








(utw/utw)

Hide Ads