Berbagai benda seperti jam dinding, lampu jalan atau kulkas tampil hiperbola khas lukisan bergaya kartun. Setidaknya gaya fantasi surealis yang ditorehkan dengan presisi grafis coba disuguhkan oleh pelukis berusia 26 tahun itu, dalam delapan karya yang ia pamerkan disini. Ini seolah memberi jembatan antara imajinasi dan kenyataan.
Juliano banyak dipengaruhi oleh kepekaan gaya pop James Rosenquist dan pendeskripsian libido dari Robert Crumb. Pelukis muda ini melewatkan gelar sarjana seni saat di tingkat akhir karena memilih untuk bekerja di studio lukis Erik Parker. Maka sentuhan lukisan Juliano pun tampak banyak dipengaruhi oleh Erik Parker.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski lukisannya berbau unsur kartun, Juliano mengaku bukan seorang penggemar karya kartun. "Semua orang selalu berasumsi aku menyukai katun. Ya aku berusia 26 tahun dan aku masih anak-anak di era 90-an, kartun mampu menyambungkan hal ini. Lagipula kualitas grafis di kartun mampu membunuh kecenderungan untuk abstraksi. Aku suka hal yang eksplisit."
Dalam pehamanannya soal feminisme, ia juga menyadari bahwa gambar perempuan, yang khas buatan perempuan, hanya diminati oleh perempuan. Sementara penggambaran tubuh perempuan lebih sering dilukiskan lebih berani dan vulgar digambarkan oleh laki-laki.
"Mereka sepertinya bisa melukis apapun yang mereka inginkan. Saya coba gunakan metode yang sama untuk melukis apapun yang saya inginkan," jelasnya. Tak heran, berbagai figur perempuan di lukisannya tampil vulgar, seperti dilukiskan seperti laki-laki.
(utw/utw)