Konon bangunan-bangunan ini telah berdiri sejak tahun 1996. Sebelumnya para seniman karikatur ini berjajar tak jauh dari tempatnya sekarang, tepatnya di trotoar tepi kali tepat di depan Passer Baroe.
"Dipindah karena dulu mengganggu jalan. Sekarang juga masih mengganggu ya he..he..he..Tapi enggak parah, sekarang trotoarnya lebih besar," ujar salah seorang pelukis karikatur, Yudi, 40 tahun. Yudi menuturkan relokasi dilakukan tahun 1996 dan baru tahun 2006 tiap pelukis mendapat izin resmi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya bisa melukis itu memang otodidak, sebenarnya saya lebih kuatnya untuk menggambar profil wajah," ujarnya kepada DetikHOT Rabu (28/7/2013) lalu.
Untuk membuat sketsa wajah Adin membutuhkan waktu sekitar tiga jam dengan pensil. Sketsa di atas kertas ukuran A4 ini dijual seharga mulai Rp 250 ribu.
Untuk lukisan karikatur, kata Adin, tak harus dengan foto dia juga bisa melukis langsung wajah pelanggannya. "Kita cuma perlu melihat karakter wajahnya saja di mata, hidung dan bibirnya. Jadi bukan duduk berjam-jam di depan kita," ujar Adin.
Bersama beberapa temannya, Riska, 24 tahun, salah satu konsumen Adin memilih menyerahkan beberapa foto untuk dibuat karikaturnya dalam satu kanvas sebagai kado untuk atasannya. "Hadiahnya biar diingat terus. Kalau barang seperti baju, suatu saat enggan kepakai, kalau lukisan kan everlasting," ujar Riska.
Riska yang pegawai BUMN ini mengatakan dia ditawari karikatur diatas kanvas dengan cat minyak itu seharga Rp 1,5 juta. "Puas dengan hasilnya, tapi muka aku kurang kurus disini he..he..he.." kata Riska.
Meski toko-toko ini berjejer seolah tanpa jarak, Adin menjelaskan tak ada persaingan yang berarti. "Kita sportif aja, kalau ada yang menggambar model terbaru seperti Jokowi, kita jangan mau ketinggalan tapi dibuat sekreatif mungkin," kata Adin.
Perkataan ini juga diamini oleh Eeng, 45 tahun, rekan Adin. "Rejeki kan sudah ada yang mengatur, enggak akan ketukar. Kita dibawa senang aja disini, jadi kitanya ya saling berteman," jelasnya.
Eeng sendiri tergolong pelukis senior di Passer Baroe. Sebelum mencari nafkah di tempat ini, ia adalah desainer grafis di sebuah perusahaan periklanan. "Kantornya bubar. Tapi di sini juga lebih nyaman karena enggak dikejar waktu dan terikat," kata Eeng.
Tak hanya mengerjakan seni yang komersial, sejumlah seniman Passer Baroe juga sempat mengikuti pameran. Misalnya di ajang Trotoar 1 dan Trotoar 2 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada tahun 2006.
"Jadi orang-orang sudah mulai mengapresiasi kita sebagai seniman, orang-orang dari luar juga sudah banyak tahu, kalau di Passer Baroe ini banyak seniman," kata Yudi.
Menurut Eeng, wajah-wajah yang laku terjual adalah Barack Obama dan Joko Widodo. Lukisan Obama yang ia buat pun pernah dibeli oleh seorang wartawan asal Paris. Selain itu, untuk karikatur wajah sendiri, pengunjung jarang menyukai karikatur yang terlalu banyak distorsi perubahan.
"Enggak harus banyak diubah juga, kadang kalau terlalu banyak distorsi orang enggak mau. Mereka lebih suka yang real pada wajahnya, hanya badannya saja yang diubah," kata Eeng.
Menurut para seniman, kesulitan terbesar yang harus mereka hadapi adalah soal pesanan yang tidak menentu. Bisa jadi dalam satu bulan ada sepuluh pesanan, lalu dua bulan kemudian tak ada sama sekali, meski pengunjung selalu ada yang melintas.
Para seniman ini berharap suatu saat tempat mereka bisa semakin dikenal di seluruh Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Mereka juga berharap bisa mendapat ruang dan fasilitas yang lebih baik untuk menjajakan karya mereka. "Tapi untuk seniman kayak kita ya tahulah, enggak usah yang terlalu bagus, yang penting nyaman," kata Eeng.
(utw/utw)