Soal Boikot Acara Budaya, DKJ: Jangan 'Mengontrol Kesenian'!

Soal Boikot Acara Budaya, DKJ: Jangan 'Mengontrol Kesenian'!

Tia Agnes - detikHot
Jumat, 22 Jul 2016 08:35 WIB
Foto: Tia Agnes
Jakarta - Banyaknya acara-acara kesenian dan kebudayaan yang digelar di kompleks Taman Ismail Marzuki dan mendapatkan boikot dari organisasi masyarakat (ormas), Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) akan melakukan berbagai tindakan preventif. Hal tersebut dikatakan Ketua Pengurus Harian DKJ, Irawan Karseno, saat 'Roadmap DKJ 2015-2018', kemarin.

"Ini adalah masalah bersama untuk pagelaran. Beberapa kasus kemarin di TIM, kami mendapatkan intervensi keamanan tapi memakai paradigma 'mengontrol kesenian'," katanya di lobi teater kecil, TIM, Jakarta Pusat.

Irawan menegaskan ketika sebuah acara mendapatkan perizinan dari otoritas keamananan setempat, seharusnya mereka mengamankan pagelaran. "Petugas keamanan wajib memelihara konstitusi, yang di dalamnya terdapat pasal kebebasan berekspresi," tambah Irawan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca Juga: 10 Perupa Perempuan Akan Residensi di LP Pondok Bambu

Bahkan dugaan yang dikira terdapat seniman fundamentalis maupun ideologi komunis yang pernah dilontarkan ormas-ormas tersebut justru salah besar. Secara blak-blakan, Irawan menegaskan persoalan ideologi dan segala macamnya sudah selesai di era-era terdahulu. Seniman pun tidak ada yang fundamentalis. "Silakan dicari, apakah ada seniman yang seperti itu," ungkapnya.

Ke depannya, ada berbagai langkah yang akan dilakukan oleh DKJ. "Salah satu tindakan preventif, kami mau bertemu dengan Kapolri, dan kalau secara konten kami akan bertanggung jawab. Salah satu caranya kan sudah dilakukan kemandirian kuratorial, artinya pihak penyelenggara sudah mengundang kurator profesional untuk mengkurasi acara dan pengisi acara tersebut," jelas Irawan.

Serta yang terpenting, menurut Irawan, sebaiknya segala acara kesenian tersebut tidak dilarang penyelenggaraannya. "Jangan menghentikan acara, biarkan acara berlangsung, dan tidak ada lagi istilah mengontrol kesenian."

Sebelumnya, pada Mei lalu Festival Sastra ASEAN 2016 sempat dituntut untuk dibubarkan karena dituding menyebarkan ajaran komunisme, memprovokasi gerakan separatisme, serta menyebarkan kebebasan berekspresi bagi LBGT. Desember 2015 juga terjadi pelarangan terhadap diskusi seni di ajang Festival Teater Jakarta (FTJ) 2015, tradisi tahunan masyarakat teater Jakarta sejak 43 tahun lalu (1973) yang diselenggarakan Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta dengan dukungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.

Pelarangan lainnya juga terjadi dalam program "Indonesia Menonton SENYAP" di berbagai penjuru Indonesia yang juga didukung oleh Dewan Kesenian Jakarta dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sejak 10 Desember 2014. Sampai hari ini tercatat ada 34 kasus pelarangan atau pembatalan pemutaran film karena berbagai sebab dan alasan.


(tia/dal)

Hide Ads