Lara (Sausan Machari) masuk ke kehidupan Kinaras (Intan Kieflie) begitu tiba-tiba, seperti jatuh dari langit. Dalam keadaan yang sedang gundah mendapati suaminya, Asmaradhana (Mike Lucock) berbohong di hadapannya, sebentuk pisau kecil disorongkan ke leher Kinaras. Ia tidak punya pilihan lain kecuali melindungi orang yang "ternyata" dicintainya.
Limabelas menit pertama film 'Hati ke Hati' karya sutradara Reka Wijaya (serial TV 'Bajaj Bajuri', 'Planet Mars', 'Tarzan ke Kota', 'Sule Detektif Tokek') ini langsung membangun suasana menegangkan. Adegan demi adegan membawa Lara yang seorang pelacur kelas atas, dan Kinaras, seorang wanita berjilbab, dipaksa berjalan beriringan. Mereka harus bekerjasama demi menyelamatkan orang-orang yang selama ini memberi arti dalam kehidupan masing-masing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, bagaimanapun Lara dengan segala predikat sosialnya adalah seorang Ibu. Keadaan Ambar yang tidak sempurna karena tuna wicara, tidak sedikit pun mengurangi dedikasinya sebagai seorang yang dengan penuh kasih menemani anaknya tumbuh. Percakapan tanpa suara antara Lara dan Ambar di meja makan sungguh menggambarkan keintiman mereka.
Di sisi lain ada Kinaras, seorang pengusaha butik yang bersuami arsitek sukses. Kehidupannya tampak sangat normal dan baik-baik saja. Namun, di sisi lain film yang juga diproduseri oleh Intan Kieflie ini mampu menggugat, apa sesungguhnya normal itu? Kenyataan hidup Kinaras tidak tenang. Ia dihantui segala kecemasan dan kecurigaan, dari dugaan suami yang jatuh cinta dengan kawan lamanya, hingga ketakutan tidak dicintai lagi karena belum juga dikaruniai anak.
Perjalanan semalam Lara dan Kinaras sedikit demi sedikit mengupas kemanusiaan mereka berdua. Kisah dua orang dengan latar belakang yang jauh berbeda menunjukkan betapa perbedaan bukanlah tentang perselisihan, namun tentang bagaimana saling mengisi untuk lebih dapat memahami dan mensyukuri hidup.
Naskah kuat yang juga ditulis oleh Reka Wijaya mendukung alur cerita dengan sangat baik sehingga meski membawa tema yang cukup berat, film yang mengambil lokasi syuting di Yogyakarta ini dapat dinikmati tanpa perlu mengernyitkan dahi. Keakraban Lara dan Kinaras yang ditandai dengan panggilan 'lo' dan 'gue' muncul di waktu yang wajar.
Demikian pula percakapan tentang Lara yang curiga uangnya haram bagi Kinaras, ataupun Kinaras yang tidak pernah digoda laki-laki karena berjilbab, serta analogi kucing dan ayam untuk pria dan wanita, terlihat begitu mengalir. Dengan selingan humor segar di sana sini, film bergenre drama satir ini tidak terasa membosankan.
Kemunculan Dwi Sasono, yang berperan sebagai Salep, suami Lara juga memberi kesan yang kuat bagi film ini. Sosok suami yang menjual istrinya sendiri dibawakan dengan piawai oleh pria yang sebelumnya banyak bermain di genre komedi seperti 'Mendadak Dangdut' (2006), 'Otomatis Romantis' (2008) dan 'Get Married 3' (2011) itu. Sausan tampil baik membawakan perannya sebagai Lara. Akting Intan Kieflie sebagai Kinaras juga tidak mengecewakan. Meski kadang terlihat sedang menjadi dirinya sendiri (sebagai Intan), namun karakternya tidak tampak meleset jauh.
'Hati ke Hati' merupakan road movie, kisah perjalanan semalam antara Lara dan Kinaras yang memunculkan banyak pertanyaan untuk dibawa pulang. Di antaranya, jika ada lima ring dalam pernikahan atau pertemanan seperti yang diungkapkan Lara dan Kinaras, ada di mana posisi kita saat ini?
Tantangan bagi film yang begitu kuat di bagian depan ini adalah: bagaimana film ini mengakhiri ceritanya? Meski tampak dramatis, bagian akhir 'Hati ke Hati' tidak sekuat bagian pendahulunya sehingga terasa kurang "pecah". Adegan berdarahnya pun tampak 'nanggung'. Namun demikian, secara keseluruhan film ini sangat menghibur dan layak untuk direkomendasikan sebagai tontonan yang bermakna.
Anis Ardianti wartawan senior, pernah bekerja di beberapa media, kini menulis lepas ulasan film
(mmu/mmu)