'Di Bawah Lindungan Kabah': Sekadar Cinta Menye-menye?

'Di Bawah Lindungan Kabah': Sekadar Cinta Menye-menye?

- detikHot
Selasa, 06 Sep 2011 14:26 WIB
Jakarta - Ketika orang membahas film terbaru Hanny Saputra 'Di Bawah Lindungan Ka’bah' (DBLK), maka pembicaraan pun berfokus pada soal "product placement" yang ngawur. Bagaimana bisa di Padang pada 1920-an sudah ada Gerry Cholocatos, Kacang Garuda, dan Baygon?

Tentu saja pembahasan soal desain produksi ini menarik. Film berlatar sejarah perlu penanganan desain produksi khusus. Jika salah, maka rusaklah konsep sejarahnya. Walau pun, agar adil, kita harus akui bahwa setting 1920-an digarap dengan cukup apik, mulai dari busana, cara surat-menyurat, pernak-pernik seperti jam dan piring, stasiun di masa Belanda, dan khususnya Masjidil Haram era itu.

Wajarlah, bujetnya, menurut pengakuan produsernya, mencapai Rp 25 miliar. Dan dari sinematografi besutan Ipung Rachmat Syaiful, film ini sangat memuaskan dan dapat menghadirkan suasana Sumatera dan Mekkah di era kolonialisme. Sayangnya, ada satu hal fatal lainnya yang merusak konsep "film period": lagu Opick yang terdengar modern.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cukup dengan berbagai elemen pendukung. Bagaimana dengan cerita? Apakah ruh HAMKA yang hadir di novelnya masih terjaga di filmnya? Sebelum menjawab, mari kita lihat alur ceritanya. Intinya adalah kasih tak sampai. Hamid (Herjunot Ali) adalah seorang pemuda yang sopan, intelek, dan tampan. Masalahnya, ia dan ibunya (Jenny Rachman) orang miskin dan bekerja pada Haji Jafar (Didi Petet) orang kaya di kampungnya, yang mempunyai putri cantik bernama Zainab (Laudya Cyntia Bella).

Zainab dan Hamid saling mencintai, tapi perbedaan kelas tentu tak bisa mereka lawan. Apalagi Zainab akan dijodohkan dengan anak orang terpandang yang sedang bersekolah di Jawa. Maka inilah pinta Zainab: "Jika mimpimu untuk ke tanah suci tercapai, aku titipkan doaku, agar aku menikah dengan orang yang aku cintai dan pria itu juga mencintaiku".

Sebuah tragedi muncul. Untuk menolong Zainab yang tenggelam di sungai, Hamid harus berbuat sesuatu yang dipandang tidak senonoh, dan akhirnya diusir dari kampung—hal ini tidak ada di novelnya.

Apa pernyataan HAMKA di novelnya? Pada Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern yang disusun Maman S. Mahayana dinyatakan bahwa Hamka mengkritik adat perkawinan, serta sikap para orangtua yang mengaku Islam tetapi sebenarnya tidak berjiwa Islam. Apakah hal itu tercermin di filmnya?

Sebagian besar film berfokus pada kasih tak sampai, pada kisah cinta-cintaan. Film berdurasi sekitar 2 jam ini seolah hendak menggabungkan antara tema agamis dengan budaya pop, agar bisa merengkuh sebanyak mungkin penonton—dari jamaah majelis taklim, pembaca HAMKA, hingga abege penggemar Junot dan Bella. Akibatnya, film ini beralih menjadi kisah cinta menye-menye yang melodramatis dan bertujuan menguras air mata (yang tak selamanya berhasil). Mirip dengan kompromi Hanung Bramantyo di 'Ayat-Ayat Cinta' yang membuat Fahri menjadi tokoh Si Boy dalam 'Catatan Si Boy'.

Masalahnya, Hamid, seperti juga Fahri, adalah sosok yang tampaknya lemah, bukan sabar yang tegar dan melawan kezaliman. Kita tahu HAMKA adalah tokoh besar Muhammadiyah, yang punya banyak ide-ide pembaharuan. Tapi Hamid, tidak terlihat dakwahnya sebagai pembaharu. Memang, dia diperlihatkan menjadi lulusan terbaik Thawalib, sekolah Islam modernis. Ia pun berfoto dengan para modernis senior, Ahmad Dahlan dan Agus Salim. Tapi, mana sepak terjangnya—kecuali persoalan cinta, mengurus ibunya, dan cita-cita naik haji?

Kita lihat, bagaimana karya-karya Asrul Sani (baik sebagai penulis skenario dan sutradara) menceritakan tentang pembaharu. Di 'Al-Kautsar' misalnya ada tokoh Saiful Bahri dari Pesantren Pabelan. Di 'Para Perintis Kemerdekaan'—yang adalah adaptasi bebas dari novel DBLK dan otobiografi 'Ayahku'—ada Halimah yang menentang keras hukum adat yang menzalimi hak perempuan. Keduanya menyatakan modernisasi yang bergulat dengan kekolotan tradisionalis, orang luar berdakwah ke sebuah kampung dan mendapat tantangan kaum konservatif. Hal ini tidak terjadi di DBLK.

Apalagi saat Hamid diadili karena perbuatan yang dinilai tak senonoh tadi, sama sekali tidak terlihat pembaruan. Memang ada perdebatan di antara pemangku adat dan ulama soal pro-kontra hal yang dianggap baru ini (hal yang berbeda dengan 'Perempuan Berkalung Sorban' yang tidak ada sama sekali pembelaan agamis dari tokoh yang teraniaya). Tapi, Hamid sendiri tidak membela diri apapun atas tindakannya, kecuali berkata, "Apapun keputusannya, saya akan terima".

Dan, akhirnya, walau tidak dinyatakan bersalah, ia dihukum dengan cara diusir dari kampung. Tapi, tetap, tidak ada pernyataan dari para ulama itu ke masyarakat yang marah,dan akibatnya Hamid pun tetap dianggap salah dan dihina-dina. Dan, belakangan, Hamid merasa telah difitnah. Siapa yang memfitnah? Di film itu, tidak terlihat satu pun yang menghasut, berbeda dengan film 'Al-Kautsar' yang konfliknya sangat tajam dan karakter antagonisnya (Harun) terlihat jelas ingin memisahkan Saiful dengan Halimah, menuduh Harun berzina, bahkan madrasah Hamid dirusak massa.

Intinya, cerita direduksi sedemikian rupa, sehingga yang paling menonjol adalah kisah cinta melodrama (yang maunya berfungsi sebagai) penguras air mata, dan akhirnya menutupi nilai-nilai dan pernyataan yang ingin dihantarkan HAMKA sebagai penulis novelnya.

Bagaimana dengan Zainab yang terdidik? Apakah ia melawan? Iya melawan, tapi untuk kepentingan pribadinya, cintanya. Bandingkan dengan 'Para Perintis Kemerdekaan' yang diadaptasi dari novel DBLK: tokoh Halimah adalah seorang perempuan yang memberontak terhadap adat istiadat yang membelengu hak wanita atas nama Islam. Halimah tak kuat dizalimi oleh suaminya sendiri, dan gugatan cerainya ditolak oleh majelis tetua ulama, hingga ia melakukan protes yang ekstrem: sekiranya satu-satunya jalan untuk bercerai adalah menjadi murtad, maka ia pun akan murtad secara terbuka dan terang-terangan di masjid!

AAC, DBLK adalah film-film religius yang dipotong-potong untuk tujuan komersil hingga porsinya lebih banyak kepada kisah cinta. Apakah ini karena keduanya diproduksi oleh MD Pictures?

(mmu/mmu)

Hide Ads