Sempat Mati Suri, Piringan Hitam Kini Hidup Kembali

PHR Record ini hadir dan menjadi salah satu perusahaan yang masih memproduksi piringan hitam. Hal ini menjadi salah satu bukti bentuk kontribusi untuk negara melalui musik. Kehadiran PHR ini mampu mendorong perkembangan industri musik Indonesia khususnya dalam bentuk piringan hitam atau vinyl. 

Menurut ahli sejarah, Musik sudah ada sejak masa kerajaan Hindu dan Buddha muncul di Indonesia atau sekitar 400 Masehi. Pada saat itu, musik hanya digunakan untuk keperluan upacara keagamaan atau kegiatan adat. Musik pada saat itu belum banyak dihasilkan dari alat musik, tapi dari anggota badan, seperti tepukan atau suara mulut.
Namun, perkembangan musik dari tahun ke tahun terus berkembang. Dimulai untuk menjadi kegiatan adat, kini musik menjadi seni yang hampir seluruh orang di dunia menyukainya. Bicara tentang musik, kita tidak bisa lepaskan dari pemutarnya. Pada abad ke-18, tepatnya pada 21 November 1877 Thomas Alva Edison meresmikan alat yang ia namakan Fonograf.
Fonograf diciptakannya untuk bisa memutarkan lagu, dalam kesempatan pertamanya ia memutarkan lagu pendek berjudul “Mary Had a Little Lamb” yang dinyanyikannya. Seiring dengan perkembangan teknologi dari analog ke digital, kini musik sudah bisa didengarkan melalui berbagai macam platform di gawai yang anda pegang.
Bagi pecinta rilisan fisik, Vinyl jadi kasta tertinggi untuk di koleksi. Seperti diketahui, pabrik vinyl pertama di Indonesia itu dimiliki Lokananta pada tahun 1971. Antusias penggemar vinyl pun terus bertumbuh di tahun 2015. Lokananta pun menjadi satu-satunya studio musik yang bisa memproduksi piringan hitam kala itu.
Namun, pada tahun 1973 akibat pergeseran dari vinyl ke kaset dan betacam Lokananta harus berhenti memproduksi piringan hitam. Setelah 50 tahun Lokananta tutup, akhirnya kini Indonesia memiliki tempat yang bisa memproduksi piringan hitam atau vinyl. Tempat tersebut adalah PHR (Piringan Hitam) Record.
Kehadiran PHR ini juga sekaligus menjawab permintaan pasar yang terus bertumbuh. Menjual piringan hitam lewat online dan gerai, selama 10 tahun berjalan, PHR mampu menjual 100.000 keping piringan hitam ke pasar. Dengan total penduduk Indonesia 280 juta, jika 1% saja menjadi pasar musik yang dicetak dalam bentuk piringan hitam atau vinyl maka pasarnya hingga 2,8 juta orang.
Mimpi besarnya PHR Record yakni untuk bisa mencetak vinyl yang berisi lagu-lagu Indonesia dan Pembacaan teks proklamasi yang kelak bisa diputar saat memperingati hari kemerdekaan Indonesia.
PHR Record juga ada dan baru diresmikan pada 17 Agusutus 2023 lalu. Namun PHR Record membuka tangan seluas-luasnya untuk bisa bekerjasama dengan para musisi Indonesia maupun luar negeri untuk memproduksi rilisan vinyl.
Sedikitnya sudah ada 3 musisi Indonesia yang memproduksi rilisan vinyl nya disini, ketiga musisi tersebut ialah Nona Ria, Klana Ria dan D Masiv. Namun, beberapa musisi dari luar Indonesia juga sudah mulai melirik PHR Record untuk bekerjasama memproduksi album mereka di piringan hitam.
Ekosistem dunia Vinyl diharapkan bisa terbangun dengan baik di Indonesia. Selain PHR Record, PHR juga memiliki PHR Store yang terletak di STC Senayan dan Bintaro. PHR Store merupakan toko offline yang didirikan sejak 2012 lalu yang berfokus untuk menjual berbagai kebutuhan Vinyl.
PHR Record ini hadir dan menjadi salah satu perusahaan yang masih memproduksi piringan hitam. Hal ini menjadi salah satu bukti bentuk kontribusi untuk negara melalui musik. Kehadiran PHR ini mampu mendorong perkembangan industri musik Indonesia khususnya dalam bentuk piringan hitam atau vinyl. 
Menurut ahli sejarah, Musik sudah ada sejak masa kerajaan Hindu dan Buddha muncul di Indonesia atau sekitar 400 Masehi. Pada saat itu, musik hanya digunakan untuk keperluan upacara keagamaan atau kegiatan adat. Musik pada saat itu belum banyak dihasilkan dari alat musik, tapi dari anggota badan, seperti tepukan atau suara mulut.
Namun, perkembangan musik dari tahun ke tahun terus berkembang. Dimulai untuk menjadi kegiatan adat, kini musik menjadi seni yang hampir seluruh orang di dunia menyukainya. Bicara tentang musik, kita tidak bisa lepaskan dari pemutarnya. Pada abad ke-18, tepatnya pada 21 November 1877 Thomas Alva Edison meresmikan alat yang ia namakan Fonograf.
Fonograf diciptakannya untuk bisa memutarkan lagu, dalam kesempatan pertamanya ia memutarkan lagu pendek berjudul “Mary Had a Little Lamb” yang dinyanyikannya. Seiring dengan perkembangan teknologi dari analog ke digital, kini musik sudah bisa didengarkan melalui berbagai macam platform di gawai yang anda pegang.
Bagi pecinta rilisan fisik, Vinyl jadi kasta tertinggi untuk di koleksi. Seperti diketahui, pabrik vinyl pertama di Indonesia itu dimiliki Lokananta pada tahun 1971. Antusias penggemar vinyl pun terus bertumbuh di tahun 2015. Lokananta pun menjadi satu-satunya studio musik yang bisa memproduksi piringan hitam kala itu.
Namun, pada tahun 1973 akibat pergeseran dari vinyl ke kaset dan betacam Lokananta harus berhenti memproduksi piringan hitam. Setelah 50 tahun Lokananta tutup, akhirnya kini Indonesia memiliki tempat yang bisa memproduksi piringan hitam atau vinyl. Tempat tersebut adalah PHR (Piringan Hitam) Record.
Kehadiran PHR ini juga sekaligus menjawab permintaan pasar yang terus bertumbuh. Menjual piringan hitam lewat online dan gerai, selama 10 tahun berjalan, PHR mampu menjual 100.000 keping piringan hitam ke pasar. Dengan total penduduk Indonesia 280 juta, jika 1% saja menjadi pasar musik yang dicetak dalam bentuk piringan hitam atau vinyl maka pasarnya hingga 2,8 juta orang.
Mimpi besarnya PHR Record yakni untuk bisa mencetak vinyl yang berisi lagu-lagu Indonesia dan Pembacaan teks proklamasi yang kelak bisa diputar saat memperingati hari kemerdekaan Indonesia.
PHR Record juga ada dan baru diresmikan pada 17 Agusutus 2023 lalu. Namun PHR Record membuka tangan seluas-luasnya untuk bisa bekerjasama dengan para musisi Indonesia maupun luar negeri untuk memproduksi rilisan vinyl.
Sedikitnya sudah ada 3 musisi Indonesia yang memproduksi rilisan vinyl nya disini, ketiga musisi tersebut ialah Nona Ria, Klana Ria dan D Masiv. Namun, beberapa musisi dari luar Indonesia juga sudah mulai melirik PHR Record untuk bekerjasama memproduksi album mereka di piringan hitam.
Ekosistem dunia Vinyl diharapkan bisa terbangun dengan baik di Indonesia. Selain PHR Record, PHR juga memiliki PHR Store yang terletak di STC Senayan dan Bintaro. PHR Store merupakan toko offline yang didirikan sejak 2012 lalu yang berfokus untuk menjual berbagai kebutuhan Vinyl.